Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dalam Bayang-Bayang Korupsi Dan Pungutan Liar

Korupsi barangkali sudah tidak asing lagi terdengar dalam kehidupan masyarakat kita, bahkan mungkin tiga perempat manusia di planet bumi ini pernah dan sering mengucapkan kata korupsi dalam keragaman bahasa yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa praktek korupsi terjadi di mana-mana dan sudah tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu. Di Indonesia, korupsi sudah merambah keseluruh aspek kehidupan bermasyarakat, bernbangsa dan bernegara. Dalam perkembangan terakhir, korupsi tidak hanya makin meluas, tetapi juga dilakukan secara sistematis sehingga tidak saja semata-mata merugikan keuangan negara tetapi telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, bahkan jumlah kasus, kerugian negara maupun modus operandinya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Fakta ini menunjukkan bahwa korupsi merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Berbagai survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga internasional selalu menempatkan Indonesia dalam urutan tertinggi dari negara yang paling korup di dunia (Transparency International – 2008: Indonesia berada di urutan 126 dari 180 negara yang disurvey dengan Indeks Persepsi Korupsi sebesar 2,6). Lebih lanjut, fakta juga menunjukkan bahwa dalam berbagai kasus, korupsi yang terjadi khususnya di Indonesia adalah korupsi birokrasi (Mahmood, 2005). Korupsi yang seperti ini terjadi dalam semua tingkatan pemerintahan, tidak hanya di pusat tetapi juga di daerah-daerah seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004). Korupsi sepertinya menjadi hal yang biasa yang diperlakukan semacam ritual kebiasaan dalam sistem birokrasi dan pemerintahan dinegeri ini.         
Keteguhan sikap dari para pemimpin bangsa ini sekarang sangatlah dirindukan, kehidupan yang demokratis merupakan amanat proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuan utama yang hendak dicapai adalah menciptakan suatu masyarkat adil dan makmur. Namun, bila kita perhatikan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, akan akan tampak bahwa demokrasi tidak sekedar alat, melainkan juga bagian dari tujuan itu sendiri. Secara etimologis, demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan kratos atau kratein yang ebrarti kekuasaan atau kedaulatan.
Oleh karena itu, demokrasi adalah suatu pemerintahan negara di mana kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada adalah kekuasaan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa, sesungguhnya pemerintahan itu menjalankan amanat rakyat untuk kepentingan rakyat, yang kemudian kekuasaan/kedaulatan tersebut dimandatkan kepada wakilnya di Depan Perwakilan Rakyat (DPR), namun fakta yang bisa kita lihat dengan menggunakan mata telanjang, atau yang biasa kita dengar dengan telinga mengenai perilaku para wakil rakyat yang duduk di kursi-kursi mewah bernilai miliaran rupiah, dengan fasilitas lain yang tak kalah mewah, ditambah gaji dan penghasilan yang sangat besar, ternyata tidak membuat meraka merasa cukup. Para anggota DPR ini masih saja suka berselingkuh dengan perbuatan serakah yang menistakan wibawa mereka, hampir sebagian besar terlibat kasus korupsi, hal ini tentu membuat rakyat sedih, kesal, dan marah. Memang tidak semua terlibat kasus korupsi tapi pandangan rakyat saat ini menganggap bahwa di parlemen itu korup, dunia politik itu sudah sangat kotor, contoh kasus yang melibatkan anggota DPR yang dilakukan Zulkarnaen Djabar, anggota DPR Komisi VIII yang dalam hal ini merupakan mitra Kementerian Agama. Zulkarnaen ini ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan kitab suci tahun anggaran 2011 dan 2012 serta pengadaan laboratorium komputer. Anggota Komisi VIII DPR ini diduga menerima imbalan hingga mencapai milliaran rupiah secara bertahap dalam kurun waktu dua tahun. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menegaskan, Zulkarnaen diduga menginstruksikan pejabat di Ditjen Bimas Islam untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan juga PT Karya Sinergy Alam Indonesia (KSAI) dalam proyek pengadaan Al-Quran tersebut.
Seperti yang kita ketahui bahwasannya salah satu misi DPR yang paling relevan dalam hal ini adalah: ”Mewujudkan kelembagaan DPR RI yang kuat, aspiratif, responsif, dan akomodatif, yakni membangun lembaga perwakilan yang kuat dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dan meningkatkan akses dalam penyerapan aspirasi masyarakat melalui pola dukungan keahlian serta prasarana dan sarana komunikasi yang lengkap, akurat, dan menjangkau masyarakat”.  Yang tentu harus dilakukan adalah mendorong dan memberi sumbangan bagaimana kemauan politik DPR yang tercermin dalam misi ini dapat dilaksanakan. Ada fungsi lain lebih pokok secara filosofis, yaitu advokasi rakyat menjadi garda terdepan untuk mewujudkan harapan rakyat menjadi kenyataan yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Sehingga, jika ada anggota DPR yang jauh dari rakyat dan hanya mendekati rakyat jika menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum, pada dasarnya dia bukanlah wakill rakyat yang sejati.
DPR RI merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara yang memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan (Pasal 20A ayat 1 UUD 1945). Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang, Sselanjutnya fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden/Pemerintah, sedangkan fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN yang dijalankan Pemerintah. Ketiga fungsi yang diemban ini dijalankan dalam kerangka mewakili rakyat karena DPR adalah representasi rakyat. DPR harusnya menyadari bahwa pelaksanaan ketiga fungsinya tersebut perlu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, yang salah satu bentuknya dilakukan dengan membuka akses atas informasi publik yang berkaitan dengan DPR kepada masyarakat, untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan dan akuntabel. DPR sebagai badan publik, tentu harus memberikan pelayanan publik yang berorientasi pada pelayanan rakyat dengan sebaik-baiknya.  Baik rapat-rapat di DPR maupun saat melakukan kunjungan kerja, senantiasa harus dilakukan dengan berorientasi kepada pertanggungjawaban dan pelayanan masyarakat, yang ditandai dengan kesungguhan mengelola dan memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat .Hal ini pula yang menjadi dasar utama bagi DPR, dalam menetapkan kebijakan pengelolaan keterbukaan informasi publik di DPR-RI. Sebagai badan publik, DPR juga mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan yang dimilikinya.
Tingginya intensitas kerja serta kuatnya tuntutan kinerja, membuat DPR harus berupaya sebaik mungkin untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat akan ketersediaan informasi dan dokumentasi terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi DPR. Dengan demikian, dalam menjalankan keterbukaan informasi public di DPR, diperlukan perencanaan sistem yang komprehensif dan tepat serta dikoordinasikan secara baik dan permanen. Hal tersebut disebabkan karena mekanisme kerja DPR sebagai sebuah lembaga negara dan Setjen DPR, sangat berbeda bila dibandingkan dengan mekanisme lembaga negara dan lembaga birokrasi lainnya. Tidak hanya dengan menerapkan fungsi DPR saja Negara ini akan bebas dari korupsi, peran serta dari masyarakat pun harus menjadi penyokong dalam pemberantasan korupsi sehingga pada akhirnya korupsi dapat diberantas paling tidak diminimalisir dengan cara dalam hal ini masyarakat berperan mengambil inisiatif untuk melaporkan, membeberkan dan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terhadap kemungkinan terjadinya praktek korupsi. Untuk mewujudkan peran ini, maka yang harus dimiliki oleh masyarakat adalah rasa peka dan kewaspadaan yang tinggi terhadap proses penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan. Adanya sikap semacam ini akan memicu keingintahuan masyarakat (secara dalam dan luas) pada hal-hal yang berlaku di sekitarnya.

Dengan demikian jawaban atas keingintahuan masyarakat tersebut sangat potensial menjadi data dan informasi sebagai salah satu sumber data yang berguna untuk disampaikan kepada penegak hukum atas adanya indikasi praktek korupsi. Hal yang sangat membantu akhir-akhir ini adalah kebebasan memperoleh informasi telah menjadi produk kebijakan yang memaksa semua pejabat publik untuk membuka akses informasinya kepada masyarakat. Dalam kondisi ini, sangat memungkinkan laporan-laporan terjadinya kasus korupsi dapat terus mengalir, terutama kemungkinan korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR, sehingga praktek korupsi dikalangan para wakil rakyat ini akan dapat diminimalisir.

Post a Comment for "Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dalam Bayang-Bayang Korupsi Dan Pungutan Liar"