Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Seorang Penebang Kayu dan Kapaknya

Alkisah, seorang saudagar yang kaya raya menulis surat wasiat: "Barang siapa yang mau menemaniku selama 40 hari di dalam kubur setelah aku mati nanti, akan aku beri warisan separuh dari harta peninggalanku." Lalu ditanyakanlah hal itu kepada anak-anaknya dan adik-adiknya. Diantara mereka ada uang menjawab, “Apakah engkau sudah gila? Mana mungkin ada orang yang sanggup bersama mayat selama itu di dalam tanah.” Lalu dengan sedih saudagar tadi memanggil ajudannya, untuk mengumumkan penawaran istimewanya itu ke seantero negeri.
Akhirnya, sampai jugalah pada hari di mana saudagar itu meninggal. Pada waktu yang hampir bersamaan, seorang Tukang Kayu yang sangat miskin mendengar berita tentang surat wasiat sang saudagar dan segera pergi kerumah saudagar tersebut. Keesokan harinya dikebumikanlah jenazah sang saudagar, dan si Tukang Kayu pun ikut turun ke dalam liang lahat sambil membawa kapaknya yang paling berharga yang ia gunakan untuk mecari nafkah.
Setelah tujuh langkah para pengantar jenazah meninggalkan area pemakaman, datanglah Malaikat Mungkar dan Nakir ke dalam kubur tersebut. Di benaknya, sudah tiba saatnya lah si saudagar akan diinterogasi oleh Malaikat Mungkar dan Nakir. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Malaikat Mungkar-Nakir malah menuju ke arahnya dan bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?" Aku menemani mayat ini selama 40 hari untuk mendapatkan setengah dari harta warisannya", jawab si Tukang kayu.
Apa saja harta yang kau miliki?", tanya Mungkar-Nakir.
"Hartaku cuma Kapak ini saja, untuk mencari rezeki", jawab si Tukang Kayu.
Kemudian Mungkar-Nakir bertanya lagi, "Dari mana kau dapatkan Kapakmu ini?"
"Aku membelinya", balas si Tukang Kayu.
Lalu pergilah Mungkar dan Nakir dari dalam kubur tersebut.
Besok di hari kedua, mereka datang lagi dan bertanya, "Apa saja yang kau lakukan dengan Kapakmu?"
"Aku menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar, lalu aku jual ke pasar", jawab tukang kayu.
Di hari ketiga ditanya lagi, "Pohon siapa yang kau tebang dengan Kapakmu ini?"
"Pohon itu tumbuh di hutan belantara, jadi nggak ada yang punya", jawab si Tukang Kayu.
"Apa kau yakin?", lanjut Malaikat.
Kemudian mereka menghilang.
Datang lagi di hari k-4, bertanya lagi "Adakah kau potong pohon-pohon tersebut dengan Kapak ini sesuai ukurannya dan beratnya yang sama untuk dijual?"
"Aku potong dikira-kira saja, mana mungkin ukurannya bisa sama rata", tegas tukang kayu.
Begitu terus yang dilakukan Malaikat Mungkar Nakir, datang dan pergi sampai tak terasa sekarang 39 hari sudah. Dan yang ditanyakan masih berkisar dengan Kapak tersebut.
Di hari terakhir yang ke 40, datanglah Mungkar dan Nakir sekali lagi bertemu dengan Tukang kayu tersebut. Berkata Mungkar dan Nakir, "Hari ini kami akan kembali bertanya soal Kapakmu ini". Belum sempat Mungkar-Nakir melanjutkan pertanyaannya, si Tukang kayu tersebut segera melarikan diri ke atas dan membuka pintu kubur tersebut yang ternyata diluar sudah banyak warga yang menunggunya. Si Tukang Kayu dengan tergesa-gesa keluar dan lari meninggalkan mereka sambil berteriak, "Kalian ambil saja semua bagian harta warisan ini, karena aku sudah tidak menginginkannya lagi."
Sesampai di rumah, si Tukang Kayu berkata kepada istrinya, "Aku sudah tidak menginginkan separuh harta warisan dari saudagar tersebut. Di dunia ini harta yang kumiliki cuma satu kapak ini, tapi selama 40 hari yang tanyakan malaikat Mungkar dan Nakir masih saja seputar Kapak ini. Bagaimana jadinya kalau hartaku begitu banyak? Entah berapa lama dan bagaimana aku menjawabnya."
Lalu apa hikmah yang bisa kita ambil dari cerita ini? Cerita ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang kita miliki pasti akan dipertanggungjawabkan dengan sedetail mungkin. Tak hanya itu harta kekayaan, Ibnu Mas’ud RA dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda, "Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, yaitu umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan kemana dibelanjakannya, ilmunya sejauh mana diamalkan?"

Maka dari itu, perbaikilah diri kita, apa yang kita punya, ilmu yang kita miliki dan pergunakanlah sesuatu tersebut untuk hal yang baik, sehingga apa yang kita miliki tidak akan mempersulit dan menjatuhkan kita di hari kiamat kelak.

Post a Comment for "Kisah Seorang Penebang Kayu dan Kapaknya"