UST. HANAN ATTAKI - KEBAIKAN ITU MAHAL
Orang-orang yang bertawakal yakin, haqqul yakin, bahwa alam ini bekerja dengan jujur. Yang
dalam bahasa tauhid dinyatakan “Allah melaksanakan urusan - Nya”. Kalau dia menanam benih yang
baik dan merawatnya, niscaya akan memanen hasilnya yang berlimpah. Karena itu dia tak pernah ragu
dengan kebaikan yang diberikannya. Tuhan pasti memenuhinya. Mungkin saja tidak dalam bentuk
materi, tetapi dalam bentuk ke-kayaan batin. Atau, dalam bentuk kekayaan lahir dan batin.
Orang bertawakal tak pernah berdagang dengan Tuhan. Dia tak pernah hitung-hitungan
untung rugi dengan Tuhan. Apa yang diamalkan tak terkait dengan angan-angan surga. Ia berjalan
bukan untuk menemui sosok Tuhan. Justru ia yakin bahwa dalam perjalanan hidupnya ia senantiasa
disertai Tuhan. Bukankah insan kamil adalah manusia yang mampu meneladani budi pekerti Tuhan,
seperti yang diungkapkan dalam Hadis? Bukankah hati orang yang bertawakal itu bait Allah, rumah
Tuhan? Karena itu, barangsiapa yang bertawakal kepada Tuhan, niscaya Dia mencukupinya!
Tawakal adalah landasan pokok dalam kehidupan para nabi. Karena itu seorang nabi siap
menempuh hidupnya, meskipun seorang diri. Seorang nabi membangun umat dengan dimulai dari
dirinya sendiri. Ia tidak menampilkan diri dengan mengikuti status quo, sistem yang ada. Ia justru
bangkit dan membangkitkan sistem yang baru. Tentu saja tidak baru sama sekali. Tetapi memperbarui,
merenovasi sistem yang ada.
Nabi, yang berasal dari kata “naba”, berita, adalah orang yang menerima berita. Ia menerima
berita dari dunia ketuhanan. Pada saat dia mengemban amanat yang diterimanya itu dan
menyampaikannya kepada masyarakat sekelilingnya, dia disebut rasul. Setiap umat ada rasulnya.4)
Dan, setiap rasul hadir di tengah-tengah umat untuk menyeru kehidupan yang hanya berorientasi
kepada Tuhan Yang Maha Esa.5) Hidup yang menjauhi “thaghut”, segala jenis tindakan yang
melampaui batas. Masih ingatkan, bahwa semua yang tercipta di dunia ini, termasuk diri kita, ada
batas-batasnya, ada mizannya, ada ketetapan-ketetapannya, ada kadarnya.
Untuk mempertahankan hidup didunia ini, manusia perlu makan. Ternyata pada sejumlah
tertentu makanan yang masuk perut, akan terasa kenyang. Timbulnya rasa kenyang menandakan apa
yang dimakan itu telah menyentuh batasnya. Kalau perut terus diisi, padahal rasa kenyang sudah
timbul, maka perut akan terasa sakit. Jika diteruskan, rusaklah perut itu. Dalam kehidupan sosial pun
ada batas-batasnya. Jika dilanggar akan rusaklah tatanan sosialnya. Nah, rasul diutus sebenarnya untuk
mengingatkan kembali batas-batas itu. Agar tatanan sosial tidak rusak!
Keberanian yang ditempuh oleh seorang rasul dalam memperingatkan masyarakat, adalah
keberanian yang timbul dari maqam tawakal. Karena dengan tawakal itu sese-orang telah percaya
penuh dan pasrah secara total kepada-Nya. Ya, kata tawakal, atau tawakkul, berasal dari kata “wa-ka-
la”, yang artinya mewakilkan. Ora ng bertawakal sebenarnya adalah orang yang mewakilkan dirinya
kepada Tuhan.
Ingat kita sudah ada di maqam tawakal! Mewakilkan diri kepada Tuhan tidak berarti kita pasif
total. Kita bukan jabbariyah [lihat bag. ke-22]. Tawakal itu bagaikan burung yang pagi-pagi
meninggalkan sarangnya dengan tembolok kosong, dan kembali pada sore hari ke sarangnya dengan
tembolok penuh. Nah, yang perlu dicermati adalah keberanian untuk meninggalkan sarang dan
keyakinan bahwa dengan cara itu kita akan dapat mempertahankan hidup. Dalam bahasa Siti Jenar, kita
makan dan minum ini bukan untuk mempertahankan hidup. Tak ada gunanya kerja keras untuk
mempertahan-kan hidup, karena hidup manusia di bumi ini tak bisa dipertahankan. Dengan makanan
kita seperti sekarang ini manusia tak akan dapat mempertahankan hidup. Manusia pasti mengalami
kematian.
Post a Comment for "UST. HANAN ATTAKI - KEBAIKAN ITU MAHAL"