Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ust. Hanan Attaki - Mengadu ke Siapa




Ketika kita berjuang untuk hidup benar, lalu menetapkan pendirian untuk tetap memilih jalan
yang benar [istiqamah], berarti kita telah melakukan dekondisioning [takhalli], yaitu membersihkan diri
dari semua sifat yang tercela yang ada di dalam diri kita. Sifat tercela meliputi semua sifat yang
mengotori jiwa [nafs] manusia, seperti lalim, bakhil, dusta, ma-lima, mengadu domba, dengki [iri hati],
merusak, berlebih-lebihan dalam hidup, membunuh [diri sendiri maupun orang lain], menipu,
sombong, merendahkan orang lain, mementingkan diri-sendiri, menjilat [cari muka], dan berbagai sifat
negatif lainnya.
Pada tasawuf bagian ke-8 kita telah sampai pada ajaran “sabar”. Kita telah masuk ke dalam
wilayah “kondisioning” atau “tahalli”. Ketercelaan ditinggalkan, keterpujian diraih. Dengan sabar, kita
mengkondisikan diri kita ke dalam perbuatan-perbuatan yang terpuji. Tentu saja perbuatan terpuji lahir
bila kita telah meninggalkan yang tercela. Yang termasuk sifat terpuji adalah semua sifa yang positif
dan memberikan keuntungan baik bagi diri-sendiri maupun orang lain, seperti adil, kasih, sayang,
lemah lembut, berani, tegas, bijak, menolong, membantu kebaikan, dapat dipercaya, memperbanyak
persaudaraan, menyelamatkan jiwa, menutupi aib keluarga, saudara dan teman-temannya, dan lain-lain.
Setelah kita bongkar sifat-sifat tercela kita, kita cuci dengan zikir jahar [lahir], maka kita
kondisikan batin kita dengan perbuatan-perbuatan terpuji. Mengkondisikan perbuatan terpuji harus
dilandasi kesabaran [lihat kembali makna sabar pada bag. ke- 8]. Ingat, sabar bukan ‘menerima kalah’.
Tetapi, kita mempunyai daya tahan untuk berbuat atau bertindak. Marilah kita uraikan segala sifat
terpuji tersebut.
Adil. Kalau kita lihat di kamus Arab, kata ‘adil’ berarti memperlakukan setiap orang tanpa
diskriminasi. Dalam ‘adil’ terkandung makna ‘jujur’ dan ‘fair’. Kata fair sendiri berarti “sesuai dengan
aturan”. Terkandung dalam kata ‘adil’ adalah perlakuan yang proporsional. Contohnya begini, jika ada
orangtua yang memperlakukan tiga orang anaknya [yang berumur 7, 5 dan 3 tahun], tentu orangtua
tersebut harus memperlakukan mereka secara proporsional [sesuai dengan kebutuhannya].
Sikap adil ini akan bisa tumbuh pada diri kita bila kita sudah tidak mementingkan diri-sendiri
dan pilih-kasih. Sifat tercela harus dihilangkan dulu. Lalu, dengan berpijak pada kesabaran kita
menegakkan keadilan. Adil adalah sokoguru bagi ketakwaan. Ya, tanpa keadilan kita sukar untuk dapat
menegakkan kebenaran. Untuk itu marilah kita simak QS 5:8 berikut ini.

5:8 Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum
[golongan], mendorongmu untuk berbuat tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Perhatikan ayat tersebut sekali lagi. Keimanan ternyata menuntut upaya penegakan kebenaran.
Keimanan dalam Islam ternyata bukan hanya sekedar kepercayaan. Iman itu harus didukung
“pengetahuan” sehingga orang yang beriman itu bisa membedakan mana yang benar dan yang salah.
Dengan kesabarannya orang tersebut berani menjadi saksi yang adil. Dalam kondisi yang semrawut di
negara kita ini, banyak orang yang tidak berani menjadi saksi yang adil. Betapa beratnya menopang
keadilan. Karena itu, untuk bisa bersikap adil manusia harus dikondisikan lebih dulu. Bahkan sekarang
ini, di negara Indonesia, banyak orang yang bertindak liar tetapi tak ada yang mengadili. Apa

akibatnya? Banyak manusia yang hidup ketakutan di republik ini.

Post a Comment for "Ust. Hanan Attaki - Mengadu ke Siapa"