Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jujur Sama ALLAH Bisa Melancarkan Segala Urusan





Perlu diketahui bahwa kelahiran agama Islam bukanlah terlepas dari sejarah. Sebelum ada
agama Islam, telah ada dua agama besar, yaitu Yahudi dan Nasrani, yang telah mapan di luar Mekah
maupun di Madinah dan sekitarnya. Khususnya agama Yahudi, para pemeluknya menganggap sebagai
anak-anak Tuhan dan hidup beradab. Mereka memandang diri mereka bermartabat tinggi. Sedangkan
orang-orang Arab mereka pandang lebih rendah martabatnya. Orang-orang Yahudi sangat jijik dan
melarang umatnya makan bangkai [Imamat 17:15], darah [Imamat 7:26], dan daging babi [Imamat
11:7]. Dengan demikian, pengharaman terhadap makanan tertentu bukanlah aturan yang sama sekali
baru. Melainkan aturan atau syariat itu sudah ada pada umat Yahudi, dan tetap dipertahankan di dalam
agama Islam. Jadi, wajar bila syariat itu dipengaruhi oleh budaya, agama yang sudah ada, dan
lingkungannya [geografis dan zaman].
Bila kita mau memahami syariat itu dengan pikiran yang jernih, ternyata syariat itu tidak
diberikan oleh Tuhan dengan keharusan dipegangi secara kaku. Seperti yang dinyatakan dengan tegas
pada 2:173, bagi mereka yang terpaksa [idh-thurra] bukan karena ingin menikmati kelezatannya [ghaira
bagh] atau melebihi keperluannya [la- ‘ad], maka tak ada dosa baginya. Hal ini diperkuat oleh surat 5:3.
Dengan redaksi:  “Barangsiapa terpaksa karena kelaparan, bukan cenderung melakukan dosa
[melanggar hukum], maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” Jadi,
 bunyi ayat ini begitu pribadi! Mengapa? Karena ayat ini mendidik kejujuran seseorang dalam
mengarungi hidup ini. Yang merasa lapar, yang merasa terpaksa, yang mengetahui jika perbuatannya
itu untuk mempertahankan hidupnya, dan yang mengetahui berapa banyak makanan yang diperlukan

agar ia tidak merasa lapar adalah orang yang bersangkutan. Orang lain tidak boleh menajiskan!

Post a Comment for "Jujur Sama ALLAH Bisa Melancarkan Segala Urusan"