MAKALAH KPD ( KETUBAN PECAH DINI)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KPD (
Ketuban Pecah Dini )”. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas.
Makalah ini akan menjelaskan tentang Ketuban Pecah
Dini . Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Ririn Harini,Mkep selaku dosen mata kuliah Maternitas atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan.
Terlepas dari semua itu,
penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penyusun menerima
segala kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini dimasa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Akhir kata penyusun
mengharapkan pembaca dapat mempelajari dan memahami yang disampaikan serta
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Malang,
28 September 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar.................................................................................................
1
Daftar
Isi ......................................................................................................... 2
Bab
I Pendahuluan .......................................................................................... 3
1.1 Latar
Belakang ....................................................................................... 4
1.2 Rumusan
Masalah...................................................................................
5
1.3 Tujuan
.................................................................................................... 6
Bab
II Pembahasan...........................................................................................
7
2.1
KPD ( Ketuban Pecah Dini ).................................................................
8
2.1.1
Definisi KPD.............................................................................
9
2.1.2
Etiologi KPD.............................................................................
10
2.1.3
Epidemiologi KPD....................................................................
11
2.1.4
Patofisiologi KPD.....................................................................
12
2.1.5
Diagnosis KPD..........................................................................
13
2.1.6
Diagnosis Banding KPD...........................................................
14
2.1.7
Penatalaksanaan KPD...............................................................
15
2.1.8
Komplikasi KPD.......................................................................
16
2.1.9 Prognosis KPD........................................................................... 17
Bab
III Penutup................................................................................................
18
3.1
Kesimpulan ........................................................................................... 19
3.2
Saran......................................................................................................
20
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Ketuban pecah
dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) merupakan keadaan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum
usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya
selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi
yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis
membran janin.
Etiologi pada
sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum diketahui. KPD pada
kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm,
melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan
preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat, seperti protease
yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa
matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi.
Menurut hasil
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002- 2003, angka kematian
ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat
2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab
langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000
kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi
pada saat mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari
seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40
% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga
berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.
Oleh sebab itu,
klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai
anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami patogenesis terjadinya
ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis ketuban pecah dini
secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk memperbaiki luaran /
outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.
1.2. Rumusan
Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.2 Apa penyebab terjadinya ketuban pecah?
1.2.3 Apa Epidemiologi Ketuban Pecah Dini?
1.2.4 Apa Patofisiologi dari Ketuban Pecah dini?
1.2.5 Apa Diagnosis dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.6 Apa diagnosa banding dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.7 Apa penatalaksanaan dari Ketuban Pecah Dini?
1.2.8 Apa saja komlikasi dari Ketuban Pecah Dini?
1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Ketuban
Pecah Dini
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya ketuban
pecah
1.3.3 Untuk mengetahui Epidemiologi Ketuban Pecah
Dini
1.3.4 Untuk mengetahui Patofisiologi dari Ketuban
Pecah ini
1.3.5 Untuk mengetahui Diagnosis dari Ketuban Pecah
Dini
1.3.6 Untuk mengetahui diagnosa banding dari
Ketuban Pecah Dini
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Ketuban
Pecah Dini
1.3.8 Untuk mengetahui komlikasi dari Ketuban Pecah Dini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KETUBAN
PECAH DINI (KPD)
2.1.1
Definisi KPD
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature
rupture of membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu
didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang
menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm
pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada
kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur
rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur
rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut
prolonged PROM.2
2.1.2
Etiologi KPD
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan
oleh hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput
ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini
sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan
oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal
korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan
mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan
kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah
ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara
pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:
1.
Infeksi
Adanya infeksi
pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan
selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam
vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat
10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh
adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi.
2.
Defisiensi vitamin C
Vitamin C
diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban
(yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda
tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3.
Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban
dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan
tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan
selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada
sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit
dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen.
Dimana 72% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami
persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.
4.
Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi
cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya
5.
Faktor tingkat
sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi
yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih
disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang
dekat.
6.
Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur.
Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti :
hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di
atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang
berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin
dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan
kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk pintu atas
panggul, disproporsi sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari
selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi
proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga
memudahkan ketuban pecah.
2.1.3. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD
berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8- 10 % wanita hamil
datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau
sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang,
sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%.
Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun
janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus
KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan
bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu
maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15%
pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah
dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis
neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.
Proporsi KPD di
Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31 Oktober 2005 dari 2113
persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus
KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan
maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77% sedangkan sisanya adalah KPD
dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada sosial ekonomi
rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.
2.1.4. Patofisiologi KPD
Pecahnya selaput
ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena
kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh
keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada
selaput ketuban.
Gambar 3.1. Gambar skematik struktur
selaput ketuban saat aterm.
Pada ketuban pecah dini terjadi
perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya
struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen
tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan
suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler.
Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada
pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya
didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada
selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor
metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan
TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-1
Keutuhan dari selaput
ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang
rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati
persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang
meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim
tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini.
Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9
serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi
merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang
diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui
berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut
kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada
wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat
menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora
vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas
vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi
membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa
reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh
netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang
diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel
korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban
pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang
melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis
terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion
akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat
menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi
prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin
terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan
prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu
dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana
dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung
ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
Gejala
|
Frekuensi (%)
|
|
Temperature
|
>37,8 ◦ C
|
100
|
Denyut jantung
ibu
|
100/ menit
|
20-80
|
Denyut jantung
janin
|
169/ menit
|
40-70
|
Leukosit/ ML
|
>15.000
|
70-90
|
>20.000
|
3-10
|
|
Cairan vagina
berbau
|
5-22
|
Tabel
3.1 frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra amnotik
Hormon
Progesteron dan
estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan
reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3
serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci
percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi
mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi
oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9
dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini
aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di
amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada
korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.
Peregangan Selaput
Ketuban
Peregangan secara
mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti
prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.
Gambar 3.2 Mekanisme
multi faktorial menyebabkan ketuban pecah dini
2.1.5 Diagnosis KPD
Menegakkan
diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang positif palsu
berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan
seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif
palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan
diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien
dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak
berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus
banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai
dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan,
tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih
dari 20 minggu
Pada pemeriksaan fisik abdomen,
didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus
diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid
terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.
2.
Pemeriksaan dengan
spekulum
Pemeriksaan
dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan ketuban di forniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan
dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling :
Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test :
Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di
tempatkan pada objek glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.
Pemeriksaan
spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam
vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum
apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila
menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan
alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru
bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo
atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu.
Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan
fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan
kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan
Neisseria gonorea.
3.
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk
menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga
mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan
prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas
berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.
4.
Pemeriksaan penunjang
·
Dengan tes lakmus,
cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru.
·
Pemeriksaan leukosit
darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada infeksi.
·
USG untuk menentukan
indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, gradasi
plasenta serta jumlah air ketuban.
·
Kardiotokografi untuk
menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau memantau kesejahteraan
janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin
akan meningkat.
·
Amniosintesis digunakan
untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna
untuk mengevaluasi kematangan paru janin.
2.1.6. Diagnosis Banding KPD
Fistula vesiko
vaginal pada kehamilan.
2.1.7. Penatalaksanaan KPD
Konservatif
·
Rawat di rumah sakit.
·
Berikan antibiotik
(ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan
metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
·
Jika umur kehamilan
< 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air
ketuban tidak keluar lagi.
·
Jika umur kehamilan
32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif : beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi
pada kehamilan 37 minggu.Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu,
tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi
sesudah 24 jam.
·
Jika usia kehamilan
32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
·
Nilai tanda-tanda
infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
·
Pada usia kehamilan
32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin dan kalau
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
·
Kehamilan > 37
minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
·
Bila ada tanda-tanda
infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri jika :
·
Bila skor pelvik <
5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri
persalinan dengan seksio sesarea.
·
Bila skor pelvik >
5, induksi persalinan, partus pervaginam
Ketuban
Pecah
>37 minggu
|
|||||
Infeksi
|
Non infeksi
|
infeksi
|
Non infeksi
|
||
· Penisilin
· Gentamisin
· Metronidazole
· Lahirkan bayi
|
· Amiksilin
+ eritromisin untuk 7 hari
· Steroi
untuk pematangan baru
|
· Penisilin
· Gentamisin
· Metronidazole
· Lahirkan
bayi
|
·
lahirkan bayi
·
berikan penisilin atau ampisilin
|
||
Antibiotik
setelah persalinan
|
|||||
Profilaksis
|
Infeksi
|
Non-infeksi
|
|||
Stop
antibiotik
|
Lanjutkan
untuk 24 jam setelah bebas panas
|
Tidak perlu
antibiotik
|
|||
Gambar 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban
pecah dini
2.1.8. Komplikasi KPD
Persalinan Prematur
Setelah ketuban
pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban
pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi
ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah
dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden
infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya
ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia
atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah
dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia
pulmonal.
2.1.9. Prognosis KPD
Ditentukan
berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang
mungkin timbul.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berbagai faktor
dapat menjadi penyebab terjadinya ketuban pecah dini atau ( KPD) dimana salah
satunya adalah pasca tindkan intervensi intra uteri yang dikenal dengan KPD
Iatrogenik tingginya prosedur tersebut sekaligus meningkatkan kejadian KPD
iatrogenik- disamping KPD spontan – yang kemudian mendorong berbagai upaya “
penyumbatan “ selaput ketuban . salah satu upaya tersebut yang dianggap paling
efetif adalah Amniopatch, yaitu penggunaan injeksi platelet dan cryoprecipitate
kedalam cairan ketuban , dimana penyembuhan spontan sangat sulit terjadi pada
membran yang miskin vaskularisasi. prinsip dasar Amniopatch adalah memberikan kesempatan
pada platelet untuk menemukan area yang cedera lalu clot yag trjadi
distabilisasi dengan cryoprecipitate.
3.2 SARAN
Prsedur
Amniopatch masih perlu terus dikembangkan penyempurnaannya untuk menjawab
permasalahan PPROM baik yang iatrogenik ataupun spontan, dengan segala
implikasinya
DAFTAR PUSTAKA
Soewarto, S.
2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
Ketuban Pecah
Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/6174
2900/Lapsus-KPD-singaraja.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Ketuban Pecah
Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
59744828/ketuban-pecah-dini-2.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Ketuban Pecah
Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/ 65772733/KPD.html.
diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Gde Manuaba,
I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
Ketuban Pecah
Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
65476803/tinjauan-pustaka-KPD.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
Saifudin A.B.
2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 218-220.
Ketuban Pecah Dini.
2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/ 50265897/BAB-I.html.
diakses pada tanggal 16 Juli 2012
bolu
ReplyDeletebursa
çanakkale
çorum
denizli
E6QEW