Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ketika Kebahagian Menyelimuti Dunia Ku

Kebahagian Menyelimuti Dunia ku
Karya Endah Yuliarti

Aku terlahir dengan memiliki kebahagiaan yang begitu sempurna. Aku dibesarkan di lingkungan yang ramah dan memiliki empat saudara. Bagiku, saudara-saudaraku merupakan bintang penghantar kebahagiaan. Aku di kenal saudara-saudaraku sebagai anak yang paling “cerewet”. Sebut saja namaku Endah Yuliarti biasa di panggil dengan sebutan “Andah “.
Sewaktu aku masih kecil, aku memiliki buah kebahagiaan yang paling besar. Kebahagiaan itu berupa ayah dan ibuku. Bagiku, kedua orang itu merupakan intan permata kebahagiaan yang tak pernah tergantikan. Di lain sisi, aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan ayahku. Aku jauh lebih dekat dengan ayahku dibandingkan dengan ibuku sendiri.  Setiap hari tiada kata tanpa ayah.
Aku sering sekali membagi ceritaku pada ayahku, setiap langkah hidupku selalu diberi motivasi oleh ayah untuk menjalani kehidupan ini dengan sebaik mungkin. Hingga pada saat ini masih terbesit dipikiranku mengenai motivasi yang pernah diberikan ayah bahwa “hidup itu tidak selalu di atas, maka janganlah kamu menyombongkan diri terhadap apa yang kamu punya”. Kelihatannya kalimat itu merupakan kalimat yang “biasa saja”. Namun, bagiku itu merupakan untaian kata yang sangat berarti dalam hidup ini.
Seringkali kulihat ayah letih setelah bekerja, dan untuk menghilangkan kepenatannya ia pun sering kutemui dalam keadaan tertidur di depan televisi yang sedang menyala.
“Ayah…!!!” panggilku sambil mencari-cari ayah di dalam rumah.
*krik krik
Tidak ada sedikitpun ku dengar bunyi suara ayah untuk menyahut panggilanku. Setelah beberapa menit aku sibuk mencari-cari ayahku, ternyata ayahku sedang tertidur. Aku hanya tersenyum bahagia saat melihat ayahku ternyata sedang tertidur pulas. Dan biasanya, setelah bangun dari tidurnya, ayahku selalu mencari makanan. Bisa di ibaratkan ayahku seperti beruang yang sehabis dari tidur sedang kelaparan lalu mencari makan. Biasanya saat ayah bangun ayah menawariku untuk pergi keluar mencari makan bersamanya dan berkata “ayok kita keluar mencari makanan”, akupun ikut saja “ayok yah”. Di perjalanan ayah menanyakan “mau makanan apa?” dan aku menjawab “gado-gado dan sate seperti biasa”. Dan akhirnya kami pergi ke warung gado-gado dan sate tersebut.
Kebanyakan waktu yang aku habiskan bersama dengan ayah tak hanya bercerita, dan pergi bersama aku dan ayah juga sering bermain badminton di halaman depan rumah pada saat sore hari untuk mencari keringat. Pada saat itu aku belum terlalu pandai bermain badminton lalu ayah mengajari ku cara-caranya, waktu itu ayah melakukan smas paa ku dan aku tak dapat menangkap bolanya lalu ayah berkata “lalukan dengan cara seperti ini (sambil memegang raket dan melakukan smash)”. Akupun mengikuti cara-cara ayah.
Hampir semua aktivitas ku selalu di iringi dengan ayah dan sebagian aktivitas ku selalu diatur oleh ayah, mulai dari bermain dengan teman, memainkan gadget dan banyak lagi. Hingga pada saat  itu ayahku marah dan kesal karena aku terlalu sering bermain gadget sampai lupa mengerjakan pekerjaan sekolah dan belajar.
Praaakkk…!!
Bunyi dentuman handphone-ku yang dibantingkan oleh tangan kekar ayahku. Aku hanya menahan kesal karena layar handphone-ku pecah gara-gara ayah. Ini pertama kalinya aku merasakan kesal pada ayahku sendiri.
Waktu bergulir cepat berlalu. Hingga pada saatnya aku merasakan dentuman rasa sedih yang mendalam di jiwaku. Pada saat itu, ayahku, yang merupakan permata dari hidupku mengalami sakit. Tubuhnya terbujur lemas tak berdaya di rumah sakit. Aku tak sanggup orang yang aku sayang menderita kesakitan. Aku hanya mampu menahan tangis saat melihat ayah seperti itu. Ayahku memang sering masuk rumah sakit, dalam artian sakit-sembuh lagi, sakit-sembuh  lagi, hingga pada akhirnya ia pun harus berbulan-bulan tinggal di ”rumah penginapan orang sakit” itu.
Ayahku adalah orang yang sangat kuat, kuat dalam menahan beban dan kuat menahan rasa sakit. Hingga pada suatu hari, dengan sangat “terpaksa”, aku harus melepas kepergian ayahku untuk selamanya. Aku sangat terpukul, karena orang yang sangat ku sayangi harus pergi meninggalkanku untuk selamanya.
“Ayah…!!!” tangisku tak berhenti mengingat ayah yang telah terbujur kaku saat itu di rumah sakit.
Saat ayahku dibawah kerumah menggunakan mobil ambulance untuk diurus jenazahnya di rumah. Tangisku tak berhenti ketika ambulance telah datang menghantar jenazah seorang laki-laki yang sangat kusayangi. Pada saat itu banyak orang yang berdatangan kerumah untuk melihat jenazah ayahku dan akupun tambah tak tertahan menahan tangis karena melihat orang di sekitarku yang meningatkan ku bahwa aku memang benar-benar kehilangan orang yang sangat aku sayangi dan aku cintai.
Bagai terpijak bara hangat. Aku seperti orang yang gelisah karena ditimpa kemalangan. Aku sering meratapi kepergian ayahku. Tak lama kemudian air mata ini perlahan membasahi pipiku.
Satu hal yang membuat ku belum bisa menerima kenyataan. Bahwa aku harus menjalani hari-hari ku tanpa seorang ayah. Aku yang dulu sangat dekat dengan sosok seorang ayah, harus sendiri mengadu dan berkeluh kesah. Karena biasanya ayah lah yang selalu bersedia meminjamkan telinganya untuk mendengarkan keluh kesah dan curhatan tentang masalah dihari-hari labilku. Namun kini tak ada lagi sosok seorang ayah yang bersedia meminjamkan telinganya untuk mendengarkan keluhku, tak ada lagi yang bisa ku panggil “ayah”, tak dapat lagi kujumpai sosok seorang ayah yang hebat, dan ayah yang selalu menjadi motivator bagi anak-anaknya.
Sepanjang hidupku dipenuhi oleh kelabuan jiwa, bak awan mendung yang ingin menurunkan hujan yang deras. Di pikiranku selalu terbayang wajah senyuman laki-laki yang selalu membuatku bahagia, walaupun sekarang ini aku hanya bisa memandang beliau melalui foto-fotonya saja sebelum tidur. Aku sempat merasakan penyesalan yang menyadarkan hatiku, aku menyesal karena pernah menggerutu dan menyalahkan beliau hanya karena masalah gadget.
Detik waktu terus berjalan dengan begitu cepatnya. Aku pun mulai memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Hingga pada saat pendaftaran masuk sekolah, aku merasa sangat iri melihat teman-temanku yang didampingi oleh ayah mereka, sedangkan aku? Aku hanya ditemani oleh ibuku saja. Aku hanya menahan tangis yang mendalam saat ku kenang bahwa ayahku telah tiada.
Aku selalu mengingat ayah. Ayah dan ayah, tiada yang lain. Bahkan saat menjalani berbagai kegiatan pun, aku selalu mengingat ayah. Semangat ini senantiasa aku kobarkan dalam menjalani kehidupanku saat aku mengingat ayah. Bagiku ayah adalah motivator yang diam-diam menyelimuti pikiranku dan menetap dihatiku.
Setiap perbuatan atau aktivitas yang aku lakukan aku selalu mengingat apa yang dikatakan oleh ayah bahwa, “awali segala aktivitas yang kamu lakukan dengan berdoa, dengan begitu apa yang kamu lakukan akan menjadi berkah”. Kata-kata itu yang selalu membuat aku tak pernah melupakan ayah hingga saat ini walaupun aku tau bahwa aku sudah tak memiliki seorang ayah lagi. Kini aku hidup hanya bersama ibu dan adik-adikku. Kadang ketika aku sendiri aku sering bertanya mengapa ayahku begitu cepat meninggalkan kami? Padahal masih banyak yang belum aku wujudkan dari apa yang diinginkan beliau. Namun, setelahnya aku berpikir bahwa kepergian siapapun di dunia ini tidak ada yang tahu satu pun, melainkan hanya Dia Yang Maha Kuasa-lah yang mengetahui segalanya.
Meskipun ayah telah pergi meninggalkan kami untuk selamanya namun bayangnya masih tersimpan dihati, setiap nasihatnya selalu kami ingat dan semua kenangannya tak dapat kami lupakan. Aku bahagia mempunyai ayah yang hebat yang selalu mengurus anaknya penuh tanggung jawab dan selalu mengajarkan yang terbaik kepada anak-anaknya.
 Jika waktu dapat ku putar sekali lagi aku hanya minta kepada yang Maha Pencipta kembalikan ayahku pada kami agar kami dapat merasakan hangat peluk kasih seorang ayah selama ini.
Akan tetapi jika aku hanya terus berharap seperti itu aku tak akan bisa mengubah kehidupanku, maka dari itu aku berfikir untuk tak selalu larut dalam kesedihan dan menjali kehidupan baru tanpa sosok ayah.

Ada beberapa keinginan ayah yang harus aku penuhi di suatu saat nanti agar beliau tak kecewa padaku. Aku akan membuktikan dan memenuhi segala keinginannya itu menjadi orang yang sukses agar kedua orang tua ku terutama ayah ku permataku bangga dengan apa yang telah aku lakukan selama ini meskipun beliau tak ada.

Post a Comment for "Ketika Kebahagian Menyelimuti Dunia Ku"