Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Terbaik 2016 "Mawar Hitam"

Mawar Hitam
Terpampang sebuah papan lebar dengan nama “DESA RAWA MATI” dihiasi cat hitam dan jenis tulisan yang bergerigi mengundang aura horor. Mengambil gambar papan tersebut dengan latar belakangnya. Kakiku bergerak melangkah maju menuju sebuah tempat. Telah kucari semua informasi yang berkaitan dengannya. Sebuah hutan, hutan Rawa Mati yang menjadi ikon desa Rawa Mati. Telah banyak orang-orang yang menghalangi jalanku dan berkata “jangan! Itu bahaya!”. Aku hanya berkata “aku tidak macam-macam, hanya untuk heking”. Kesan-kesan horor memang bergelimang melawan rasa takut di dada. Tempat yang melenyapkan banyak orang tak berdosa dan meminta sesajen. Awalnya aku segan untuk melakukan penelitian pada tempat ini. Hanya untuk memenuhi tugas dari dosen, dan kebetulan mendapat ide meneliti tempat ini.
Matahari telah tenggelam di ufuk barat. Aku mulai beraksi bersama Putri membawa rencana-rencana yang telah disiapkan. Kami telah siap berdiri hentak. Tiba-tiba, tedengar suara gemerisik pada daun-daun tinggi. Refleks Putri menyenteri sumber suara, kemudian hening lagi. Sepanjang perjalanan kami belum menemukan bukti apapun. Pukul 00.00 tiba, menunggu adalah sesuatu yang membosankan.
“Fah, aku menemukan ini” teriak Putri menunjukkan sesuatu padaku. Sebuah KTP, KTP pemuda. “siapa pemuda ini?” tanyaku. “mungkin dia dalang di baik semua ini” duga Putri. “simpanlah saja dulu, siapa tahu bisa jadi barang bukti”
Sinar mentari menyembul di mata mengusik tidurku. “ya ampun!” teriakku terkejut mengutuk diriku sendiri. Ternyata aku telah tertidur dan putri belum juga terbangun. Aku segera membangunkan putri, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Karena kami tak tahu arah tenda. Urusan tahu atau tidak jalan pulang, itu urusan nanti-nanti. Kami berjalan menelusuri hutan.
“mbekkkk!” terdengar suara kambing. Kami segera bersembunyi di balik pohon besar. Melihat orang yang berlalu lalang membawa kambing-kambing dan makanan.
“bukankah itu kambing-kambing yang di berikan oleh masyarakat sebagai tumbal kan, Fa?” tanya Putri memastikan.
“ya, tidak salah lagi. Ada oknum jahat di balik mitos ini” hipotesisku.
“tapi, gimana sama orang-orang yang hilang itu?”
“akan kita cari tahu lagi. Kita tunggu suasana sepi. Lalu lanjutkan perjalanan” ucapku.
Semua yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kuduga. Orang-orang berlalu lama sekali. Jumlah kambing yang di bawa dari tempat sesajen tidak terbatas. Kami memutuskan berjalan menuju tempat sesajenan.
Mata kami terbelalak ketika melihat sosok yang kami kenal. Pak Kades berada disana, sedang memerintahkan sesuatu. “astaga Put! Aku gak salah liat kan, itu Pak kades kan?” ucapku sambil mengerjap-kerjapkan mataku. Rasa tak percaya melumuri dadaku. “ternyata pak Kades...”
“keluarkan kameramu Put” perintahku, aku kesal. Ini bisa sebagai barang bukti. Pak Kades bukan orang yang baik. Putri segera mencari benda di tasnya, lalu berkata “astaga Fah, hapeku gak ada tp semalem ku bawa kok ” aku menepuk kepalaku. Kemudian mengingat sesuatu bahwa aku membawa alat pendekat suara dari beberapa meter. Aku mulai mengeluarkan alat tersebut dan memasang headset pada telingaku dan Putri.
“semua tugas selesai?”
“iya, Pak. Semua tugas selesai”
“bagus. Pastikan semua kegiatan ini tidak diketahui oleh siapapun.”
Kemudian terdengar suara orang yang  berbeda “lapor pak! Kami menemukan sebuah handphone di hutan ini. Kami khawatir akan ada orang yang tahu kegiatan rahasia kita”
“kurang ajar! Ini pasti dua mahasiswa itu. Mereka bilang mereka hanya heking. Mengapa bisa sampai sejauh ini. Cari mereka dan tangkap!”
Ucapan terakhir ini membuat aku dan Putri bergegas pergi. Tapi apalah daya aku jatuh tersungkur dan berteriak tak sengaja. “Siapa itu?” suara itu berasal dari tempat sesajenan. Orang-orang suruhan Pak Kades mengejar kami. Aku cepat beranjak dan berlari. Kami menuju sebuah rerumputan panjang dan bersembunyi.
“keluarlah! Atau kalian akan mati! Seperti orang-orang lainnya. Siapapun yang mnegetahui rahasia kami, dia akan mati dengan tragis” jerit orang tersebut bersamaan dengan gelak tawanya yang mangandung aura jahat.
Aku dan Putri menahan nafas sesekali, agar tidak ketahuan. Dan akhirnya orang suruhan Pak Kades pergi. Kami melanjutkan perjalanan kami. Sebenarnya kami tak tahu arah jalan. Tapi, kami terus melangkah maju. Kakiku bergerak dan menginjak sesuatu, langkahku terhenti.
“kenapa Fah?” tanya Putri keningnya mengernyit tanda tak mengerti. Aku mengambil sesuatu yang kuinjak sebuah papan yang terbelah dua. Ada sebuah tulisan disana, tulisan jl. Mawar Hitam. “kau tau, nama jalan ini ada yang aneh? Tidak mengandung arti” ujarku seketika.
Kening Putri mengerut lalu berkata “coba sini ku liat” putri mengulurkan tangannya dan menatap tulisan tersebut. “mana handphone mu?” tanya Putri. “ini put”ujarku sambil memberikan hp. Aku berpikir sepertinya otak Putri yang encer bekerja dengan baik.
“kok, GPS-nya bisa terarah di handphone lo?” tanya Putri aneh.
“lo liat sekitar kita. Ini ujung hutan yang berdekatan dengan rumah-rumah jadi ada sinyal” jelasnya.
“oke. Baguslah, ini mempermudah”
Putri terus mengotak-atik handphone-ku, terkadang melayang-layangkannya. Layaknya mencari sinyal. Aku duduk istirahat, membiarkan Putri si otak pintar itu beraksi. Perjalanan yang kulalui begitu panjang, kemudian kuteguk sebotol air yang tersisa di dalam ranselku. Menatap hutan yang indah dan pada siang hari tak terkesan menakutkan sedikitpun. Aku berdiri berjalan, hitung-hitung untuk menyegarkan otakku yang sempat mumet kelibet.
Tiba-tiba ada yang menyumpal hidungku dengan bau alkohol yang menyengat dan sejauh ku memandang semua menjadi gelap dan hitam. Pandanganku mulai lebar, aku berada di sebuah kamar kosong. Aku teringat semua yang terjadi. Aku beranjak dengan hati yang mengerang dan mendobrak keras pintu. “woy.. buka woyy.. buka!” teriakku.
“diam! Berisik sekali!” terdengar suara di luar ruangan. “lepaskan saya! Saya akan bongkar rahasia kalian, kalian dengar itu!” knop pintu bergerak tanda kunci akan di buka.
“kau akan mati sebelum lakukan itu. Kau tidak bisa mengahncurkan semua rencanaku” ucap Pak Kades datar namun penuh penekanan. Nafasku tersenggal, dadaku dilumuri kebencian padanya. “mana temanmu?” tanya Pak Kades tegas.
“hah! Kalaupun aku tau. Aku tak kan memberi tahumu” bibirku tersenyum miring.
“baiklah. Kau akan mati sekarang”
Kades gila itu mengeluarkan sesuatu di selipan pinggangnya yaitu pisau dan bergerak mendekat. Aku panik, aku hanya bisa mundur dan menghindar. Aku tak bisa olahraga silat. Ah iya aku ingat sesuatu, dalam sebuah buku misi detektif saat panik kita harus memanfaatkan segala benda yang ada. Sejauh mata memandang sambil menghindar dari serangan kades gila ini, aku tak melihat apapun. Tapi aku menginjak sesuatu, sebuah kayu kecil. Kuambil sebatang kayu tersebut dan kupukulkan ke kepala kades gila itu. Ia meringis kesakitan, aku langsung mengambil kesempatan untuk berlari sekuat tenaga, walaupun aku tahu kades itu pasti akan mengejarku kembali.
Ruangan yang kulalui tak kunjung bertemu pintu keluar. Aku bingung. Aku memutuskan bersembunyi di balik lemari lebar. Tetapi, ternyata aku bertemu dengan salah satu orang suruhan kades itu, aku terkejut dan panik. Ia menangkapku, namun ku memberontak keras menarik tanganku agar lepas.
“lepaskan dia!” terdengar suara di sebelah sana. Orang suruhan itu menoleh sumber suara dan “Brak!!!” seorang pemuda memukul kepala orang itu dengan keras hingga pingsan. Ternyata yang menyelamatkanku adalah Putri dan aku tak tahu siapa pemuda itu.
“ikut kami, Fah! Kita keluar dari sini” ajak Putri kepadaku. Kami langsung keluar dan ternyata ada banyak prang-orang yang mengepung kami.
“Dika! Kau pengkhianat! Kalian bunuh mereka!” perintah kades kepada anak buahnya yang sepertinya ia memanggil nama pemuda berada di sampingku.
Aku merasa panik. Apalah daya kami yang tak pandai bersilat Kuambil debu-debu di tanah kusiramkan pada  orang-orang suruhan kades itu. Sedangkan Putri, melemparinya dengan batu. Pemuda bernama Dika itu mengahajarnya layaknya seorang laki-laki. Semua habis satu persatu, tersisa kades. Putri mengeluarkan tali dari ranselnya mengikat kades licik itu. Kemudian, kami bawa kades itu ke desa mawaritam.
“bunuh dia! Hukum dia!” teriak seorang warga dengan marahnya.
“dasar penipu! Jahat! Tak berperikemanusiaan!”
“orang licik! Kau sengaja membuat desa ini menyeramkan dan meminta harta dari kami sebagai tumbal kedamaian. Hukum dia!”
Kades itu memohon dan meminta ampun. Warga telah marah dan membawanya ke pihak yang berwajib. Aku tersenyum, akhirnya bisa mengungkap kasus yang tak terjawab selama ini.
“makasih ya, Ka. Kamu udah membantuku dan Syafa” ucap Putri pada Dika seraya merangkulku. Aku juga tersenyum.
“sama-sama. Desa ini adalah desa Mawar Hitam. Kades mengubahnya menjadi desa Rawa Mati kemudian timbullah kisah-kisah yang horor dan warga wajib memberikan sesajenan sebulan sekali berupa kambing dan makanan. Lalu, di jual keluar kota untuk mendapat hasil yang baik. Aku memang telah tahu hal ini, hanya saja aku mencari teman sebagai saksi” jelas Dika pada kami.
“iya, aku juga tau. Dari kata Rawa Mati jika di balik katanya akan jadi Mawar Hitam dan kata Mawar Hitam tak mengandung unsur horor”
“Thanks Dika. Udah bantuin kita berdua” ucapku.
“bertemu dengan kalian adalah saat yang tepat”
Semua yang kulewati terasa penuh waktu yang panjang. Saat putri mencari sinyal di ujung hutan ia bertemu dengan Dika, pemuda yang memiliki KTP yang kami temui di hutan. Mereka berkenalan dan mempunyai tujuan yang sama. Dika adalah salah satu pegawa kades yang diam-diam mencari kelemahan kades untuk menghancurkannya. Saat menunggu hari yang tepat, baru ia akan beraksi. Untunglah Putri bertemu dengan Dika lalu membantu menyelamatkanku yang hampir di bunuh oleh kades gila itu. Kini kades itu mendapat balasan yang setimpal. Aku cukup bahagia karena hidupku selamat, keadaan Putri aman dan mendapat teman baru yaitu Dika.

1 comment for "Cerpen Terbaik 2016 "Mawar Hitam""

  1. artikel yang bagus gan :)
    nitip link ya gan https://www.facebook.com/interiorjakarta

    ReplyDelete