Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan besar yang terletak di pulau
Sumatera tepatnya Sumatera Selatan (Sumsel) dan banyak memberi pengaruh di
Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa
Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan
wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan
yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal
dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi
Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan.
Pada
awalnya Sriwijaya hanya kerajaan
kecil. Sriwijaya berkembang
menjadi kerajaan besar setelah dipimpin oleh Dapunta Hyang. Dapunta Hyang
berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di
sekitarnya.
Sumber
Sejarah kerajaan Sriwijaya
berupa prasasti dan berita Cina. Sumber yang berupa prasasti terdiri atas dua,
yaitu prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti yang berasal dari
luar negeri. Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti
Kedukan Bukit (683 m), Talang Tuwo (684 m), Telaga Batu (683), Kota Kapur
(686), Karang Berahi (686), Palas Pasemah dan Amoghapasa (1286). Sementara itu,
prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain; Ligor (775), Nalanda,
Piagam Laiden, Tanjore (1030 M), Canton (1075 M), Grahi (1183 M) dan Chaiya
(1230). Begitu pula sumber naskah dan buku yang berasal dari dalam negeri
adalah kitab Pararaton, sedangkan dari luar negeri antara lain kitab memoir dan
record karya I-Tsing, Kronik dinasti Tang, Sung, dan Ming, kitab Lingwai-
tai-ta karya Chou-ku-fei dan kitab Chu-fon-chi karya Chaou- fu hua.
Para
sejarawan masih berbeda pendapat tentang Sriwijaya yaitu awal berkembang dan berakhirnya serta lokasi ibu
kotanya. Menurut Coedes, Sriwijaya berkembang pada abad ke-7 di Palembang dan
runtuh pada abad ke-14. Pendapatnya didasarkan pada ditemukannya toponim Shih
Li Fo Shih dan San Fo Tsi. Menurutnya Shih Li Fo Shih merupakan perkataan Cina
untuk menyebut Sriwijaya. Sementara itu, San Fo Tsi yang ada pada sumber Cina
dari abad ke-9 sampai dengan abad ke-14 merupakan kependekan dari Shih Li Fo
Shih. Slamet Mulyana berpendapat lain, dia setuju dengan pendapat Coedes yang
menganggap bahwa Shih Li Fo Shih adalah Sriwijaya, namun San Fo Tsi tidak sama
dengan Shih Li Fo Shih. Menurutnya Sriwijaya berkembang sampai abad ke-9, dan
sejak itu Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh San Fo Tsi (Swarnabhumi).
Mengenai
ibu kota Sriwijaya, para ahli
mendasarkan pendapatnya pada daerah yang disebutkan dalam prasasti Kedukan
Bukit yaitu Minanga. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 604 saka (682 M)
ditemukan di daerah Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
Isi prasasti Kedukan Bukit, adalah sebagai berikut:
Isi prasasti Kedukan Bukit, adalah sebagai berikut:
Pada
tahun saka 605 hari kesebelas bulan terang bulan waiseka dapunta hyang naik di
perahu mengadakan perajalanan pada hari ketujuh bulan terang. Bulan jyestha
dapunta hyang berangkat dari minanga. Tambahan beliau membawa tentara dua laksa
(20.000), dua ratus koli di perahu, yang berajalan darat seribu, tiga ratus dua
belas banyaknya datang di mukha upang, dengan senang hati, pada ghari kelima
bulan terang bulan asada, dengan lega gembira datang membuat wanua ... .
perajalanan jaya sriwijaya memberikan kepuasan.
Kerajaan
Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada masa Balaputra Dewa. Raja ini
mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja Dewapala Dewa dari India. Dalam
Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Dewapala Dewa menghadiahkan sebidang
tanah untuk mendirikan sebuah biara untuk para pendeta Sriwijaya yang belajar
agama Buddha di India. Selain itu, dalam Prasasti Nalanda juga disebutkan bahwa
adanya silsilah Raja Balaputra Dewa dan dengan tegas menunjukkan bahwa Raja
Syailendra (Darrarindra) merupakan nenek moyangnya
KEHIDUPAN EKONOMI
Kerajaan Sriwijaya adalah
salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam. Kerajaan Sriwijaya
mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai lalu
lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan
menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan
perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati
wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa,
Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang membawa penghasilan
Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi
kapalkapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas
ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan,
kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul
menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut.
- Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
- Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
- Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
- Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
KEHIDUPAN KEAGAMAAN
Dalam bidang agama, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama
Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha yang
berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang
terkenal ialah Dharmakirti.
RUNTUHNYA KERAJAAN SRIWIJAYA
RUNTUHNYA KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya
mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
- Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
- Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang.
- Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat.
- Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 – 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377).
Post a Comment for "Kerajaan Sriwijaya"