Ironi Dari Negeriku (Indonesia berada dalam krisis hukum dan keadilan) PART II
Ironi Dari Negeriku
(Indonesia berada dalam krisis hukum dan keadilan) PART II
Jika kita amati potret
penegakan hukum di Indonesia saat ini belumlah berjalan dengan baik, bahkan
bisa dikatakan buruk. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia saat ini dapat tercermin
dari berbagai penyelesaian kasus besar yang belum tuntas salah satunya praktek
korupsi yang menggurita, namun ironisnya para pelakunya sangat sedikit yang
terjerat oleh hukum. Kenyataan tersebut justru berbanding terbalik dengan
beberapa kasus yang melibatkan rakyat kecil, dalam hal ini aparat penegakkan
hukum cepat tanggap, karena sebagaimana kita ketahui yang terlibat kasus
korupsi merupakan kalangan berdasi alias para pejabat dan orang-orang berduit
yang memiliki kekuatan (power) untuk menginterfensi efektifitas dari
penegakan hukum itu sendiri.
Realita penegakan
hukum yang demikian sudah pasti akan menciderai hati rakyat kecil yang akan
berujung pada ketidakpercayaan masyarakat pada hukum, khususnya aparat penegak
hukum itu sendiri. Sebagaimana sama-sama kita ketahui para pencari
keadilan yang note bene adalah masyarakat kecil sering dibuat
frustasi oleh para penegak hukum yang nyatanya lebih memihak pada golongan
berduit. Sehingga orang sering menggambarkan kalau hukum Indonesia seperti
jaring laba-laba yang hanya mampu menangkap hewan-hewan kecil, namun tidak
mampu menahan hewan besar tetapi hewan besar tersebutlah yang mungkin
menghancurkan seluruh jaring laba-laba.
Problematika penegakan
hukum yang mengandung unsur ketidakadilan tersebut mengakibatkan adanya isu
mafia peradilan, keadilan dapat dibeli, munculnya bahasa-bahasa yang sarkastis
dengan plesetan HAKIM (Hubungi Aku Kalau Ingin Menang), KUHAP diplesetkan
sebagai Kurang Uang Hukuman Penjara, tidaklah muncul begitu saja. Kesemuanya ini
merupakan “produk sampingan” dari bekerjanya lembaga-lembaga hukum itu sendiri.
Ungkap-ungkapan ini merupakan reaksi dari rasa keadilan masyarakat yang
terkoyak karena bekerja lembaga-lembaga hukum yang tidak profesional maupun
putusan hakim/putusan pengadilan yang semata-mata hanya berlandaskan pada aspek
yuridis. Berlakunya hukum di tengah-tengah masyarakat, mengemban tujuan untuk
mewujudkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan dan pemberdayaan sosial
bagi masyarakatnya.
Untuk menuju pada
cita-cita pengadilan sebagai pengayoman masyarakat, maka pengadilan harus
senantiasa mengedapankan tiga tujuan hukum di atas dalam setiap putusan yang
dibuatnya. Hal ini sejalan dengan apa yang menjadi dasar berpijaknya hukum
yaitu “hukum untuk kesejahteraan masyarakat”. Dengan demikian, pada akhirnya
tidak hanya dikatakan sebagai Law and Order (Hukum dan
Ketertiban) tetapi telah berubah menjadi Law, Order dan Justice (Hukum,
Ketertiban, dan Ketentraman). Adanya dimensi keadilan dan ketentraman yang
merupakan manifestasi bekerjanya lembaga pengadilan, akan semakin mendekatkan
cita-cita pengadilan sebagai pengayom masyarakat.
Penegakan hukum yang
carut-marut, kacau, dan mengesampingkan keadilan tersebut bisa saja
diminimalisir kalau seandainya hukum dikembalikan kepada fungsi aslinya, yaitu
untuk untuk menciptakan keadilan, ketertiban serta kenyaman.
Nantikan Ironi Dari Negeriku (Indonesia berada dalam krisis hukum dan keadilan) PART III....
Post a Comment for "Ironi Dari Negeriku (Indonesia berada dalam krisis hukum dan keadilan) PART II"