Khutbah Jum'at Keutamaan Bulan Dzulhijjah
Keutamaan Bulan Dzulhijjah
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ .يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا
اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا
بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dengan menjalankan perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita,
serta dengan menjauhi segala larangan-Nya. Dan marilah kita senantiasa
mengingat bahwa dunia yang kita tempati ini bukanlah tempat tinggal selamanya.
Bahkan sebenarnya kita sedang dalam suatu perjalanan menuju tempat tinggal yang
sesungguhnya di alam akhirat nanti. Telah banyak orang yang dulunya bersama
kita atau bahkan dahulu tinggal satu rumah dengan kita, telah melewati dan
meninggalkan dunia ini. Mereka telah meninggalkan tempat beramal di dunia ini
menuju tempat perhitungan dan pembalasan amalan. Akan segera datang pula
saatnya kita menyusul mereka. Maka, marilah kita manfaatkan dunia ini sebagai
tempat mencari bekal untuk kehidupan akhirat kita.
Sungguh seseorang akan menyesal ketika pada hari perhitungan amal nanti dia
datang dalam keadaan tidak membawa amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
يَوْمَئِذٍ
يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى. يَقُولُ يَا لَيْتَنِي
قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak
berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, ‘Alangkah baiknya kiranya
aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku (di akhirat) ini’.”
(Al-Fajr: 23-24)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu
wa Ta’ala,
Di dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita akan
menjumpai hari-hari yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan keutamaan di
dalamnya. Yaitu dengan dilipatgandakannya balasan amalan dengan pahala yang
berlipat, tidak seperti hari-hari biasanya. Di antara hari-hari tersebut adalah
sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Hal ini sebagaimana tersebut
di dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا مِنْ
أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِـحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ
اْلأَيَّامِ- يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ الْـجِهَادُ فِي
سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْـجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ
رَجُلاً
خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَـمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidaklah ada hari yang amal shalih di dalamnya
lebih dicintai oleh Allah dari hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari
pertama bulan Dzulhijah).” Para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah,
apakah jihad di jalan Allah tidak lebih utama?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata, “Tidaklah jihad lebih utama (dari beramal di hari-hari
tersebut), kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya,
kemudian tidak kembali dengan keduanya (karena mati syahid).” (HR.
Al-Bukhari)
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan
senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Pada sepuluh hari yang pertama ini, kita juga
disyariatkan untuk banyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
baik itu berupa ucapan takbir, tahmid, maupun tahlil. Hal ini sebagaimana yang
disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah
pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Diterangkan oleh para ulama bahwa hari-hari yang
ditentukan pada ayat tersebut adalah sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Maka
hadits dan ayat tadi menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut dan betapa
besarnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan kesempatan bagi orang yang
belum mampu menjalankan ibadah haji
untuk mendapatkan keutamaan yang besar pula, yaitu
beramal shalih pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga
sudah semestinya kaum muslimin memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan
berbagai amalan ibadah, seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya.
Termasuk amal ibadah yang disyariatkan untuk dikerjakan pada hari-hari tersebut
–kecuali hari yang kesepuluh– adalah puasa. Apalagi ketika menjumpai hari
Arafah, yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat ditekankan
bagi kaum muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah puasa Arafah,
kecuali bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah. Hal ini sebagaimana yang
disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang
puasa hari Arafah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
يُكَفِّرُ
السَّنَةَ الْـمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“(Puasa Arafah) menghapus
dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)
Adapun bagi para jamaah haji, mereka tidak
diperbolehkan untuk berpuasa, karena pada hari itu mereka harus melakukan
wukuf. Karena mereka memerlukan cukup kekuatan untuk memperbanyak dzikir dan
doa pada saat wukuf di Arafah. Sehingga pada hari tersebut kita semua berharap
untuk mendapatkan keutamaan yang sangat besar serta ampunan dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
bahwa hari itu adalah hari pengampunan dosa-dosa dan hari dibebaskannya
hamba-hamba yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dari api neraka. Sebagaimana dalam sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا مِنْ
يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيْهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ
يَوْمِ عَرَفَةَ
“Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba
dari api neraka, lebih banyak daripada di hari Arafah.” (HR. Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Pada bulan Dzulhijjah juga ada hari yang sangat
istimewa yang dikenal dengan istilah hari nahr. Yaitu hari kesepuluh di bulan
tersebut, di saat kaum muslimin merayakan Idul Adha dan menjalankan
shalat Id serta memulai ibadah penyembelihan
qurbannya, sementara para jamaah haji menyempurnakan
amalan hajinya. Begitu pula hari-hari yang datang setelahnya, yang dikenal
dengan istilah hari tasyriq, yaitu hari yang kesebelas, keduabelas, dan
ketigabelas. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan hari-hari tersebut
sebagai hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir. Dan hari-hari itulah yang
menurut keterangan para ulama adalah hari yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala,
وَاذْكُرُوا
اللهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam
beberapa hari yang berbilang.” (Al-Baqarah: 203)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
menyebutkan tentang hari-hari tersebut,
أَيَّامُ مِنَى أَيَّامُ أَكْلٍ
وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Hari-hari Mina (hari nahr dan tasyriq) adalah
hari-hari makan dan minum serta berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Muslim)
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Berkaitan dengan dzikir yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala perintahkan kaum muslimin untuk banyak mengucapkannya pada hari-hari
tasyriq dan hari-hari sebelumnya di awal bulan Dzulhijah, para ulama dalam Al-Lajnah
Ad-Da`imah menyebutkan fatwa sebagai berikut,
“Disyariatkan pada Idul Adha takbir
mutlak dan takbir muqayyad. Adapun takbir mutlak maka (disyariatkan
untuk dilakukan) pada seluruh waktu dari mulai awal masuknya bulan Dzulhijah
sampai hari yang terakhir dari hari-hari tasyriq. Sedangkan takbir muqayyad
(disyariatkan untuk dilakukan) pada setiap selesai shalat wajib mulai dari
setelah selesai shalat subuh pada hari Arafah sampai setelah shalat ‘Ashr pada
akhir hari tasyriq. Dan pensyariatkan hal tersebut ditunjukkan oleh
ijma’ dan perbuatan para sahabat shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Sebagaimana ibadah lainnya, dzikir juga merupakan
suatu amalan yang tata caranya tidak boleh menyimpang dari petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sehingga para ulama juga memberikan peringatan dari
dilakukannya takbir secara jama’i, karena hal itu tidak pernah dilakukan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin.
Yang dimaksud di sini adalah takbir yang diucapkan secara bersama-sama dengan
satu suara dan dipimpin oleh seseorang. Hal ini sebagaimana tersebut dalam
fatwa para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah yang isinya, “(Yang benar)
adalah setiap orang melakukan takbir sendiri-sendiri dengan suara keras. Karena
sesungguhnya takbir dengan cara bersama-bersama (dengan satu suara yang
dipimpin oleh seseorang) tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada
syariatnya dari kami maka amalan tersebut ditolak.” (HR. Al-Bukhari Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berusaha memanfaatkan hari-hari
yang penuh dengan keutamaan untuk menambah dan meningkatkan amal shalih kita.
Begitu pula kita manfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak dzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita akan menjadi orang yang
mendapatkan kelapangan hati, senantiasa takut kepada-Nya dan terjaga dari
gangguan setan, serta faidah lainnya dari amalan berdzikir kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا
لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ
الْعَالَـمِيْنَ، أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ صِرَاطِهِ الْـمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا
عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ الْـجَحِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْـمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْـمُبِيْنَ وَقَالَ:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا عَنْهُ الدِّيْنَ
وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dengan selalu menjalankan berbagai ketaatan kepada-Nya. Di antara
bentuk ketaatan yang sangat besar keutamaannya dan sangat penting untuk
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah menyembelih
binatang qurban. Amalan ini merupakan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
dan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka seorang
muslim yang memiliki kemampuan semestinya menjalankan amal ibadah yang mulia
ini, yaitu menyembelih hewan qurban, baik dia lakukan sendiri dan ini lebih
afdhal, atau meminta orang lain yang mengetahui hukum dan cara penyembelihan
yang syar’i untuk melakukan penyembelihannya. Namun tidak boleh baginya
untuk membayar upah penyembelihannya dengan sebagian dari hewan qurbannya, baik
itu kepalanya, kulitnya, atau yang semisalnya. Meskipun boleh baginya untuk
memberinya sebagai sedekah sebagaimana diberikan kepada yang lainnya dari kalangan
fakir miskin. Atau bisa pula dia memberikan sebagian dari hewan qurbannya
sebagai hadiah, sebagaimana dia berikan pula kepada yang lainnya baik tetangga
ataupun kerabatnya meskipun mereka orang yang kaya. Dan disunnahkan bagi orang
yang berqurban untuk memakan hewan sembelihannya, namun tidak boleh baginya
untuk menjual bagian apapun dari hewan sembelihannya. Begitu pula tidak boleh
bagi orang yang berqurban untuk memotong rambut dan kukunya dari mulai masuknya
awal bulan Dzulhijah sampai dia melakukan ibadah penyembelihan hewan qurban.
Yang demikian tadi disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih.
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan
senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Disebutkan pula dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa untuk melaksanakan ibadah qurban ini, tujuh orang
atau kurang bisa bergabung secara bersama-sama dengan menyembelih seekor onta
atau sapi. Begitu pula bisa dengan menyembelih seekor kambing, namun itu hanya
mencukupi untuk satu orang. Namun dengan menyembelih satu ekor kambing sudah
mencukupi untuk diri dan keluarganya, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal dunia. Dengan cara dia niatkan pahalanya untuk dirinya dan seluruh
keluarganya baik yang hidup maupun yang telah meninggal dunia. Maka semua akan
mendapat keutamaan dan pahala yang sangat besar. Wallahu a’lam bish-shawab.
Hadirin rahimakumullah,
Ibadah menyembelih qurban ini harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang telah disyariatkan. Baik yang berkaitan dengan waktu
penyembelihan maupun yang berkaitan dengan kriteria dan syarat-syarat hewan
yang bisa dijadikan sebagai hewan qurban. Adapun yang berkaitan dengan waktu
penyembelihan, waktunya adalah dimulai dari setelah selesai shalat Idul Adha
dan berakhir waktunya menurut pendapat yang benar hingga tenggelamnya matahari
pada hari ketiga belas di bulan Dzulhijjah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ
فَلْيَذْبَحْ مَكَانَهَا أُخْرَى
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka
sembelihlah (lagi) kambing untuk menggantikan kambing (yang disembelih sebelum
saatnya) tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu
wa Ta’ala,
Adapun berkaitan dengan syarat hewan yang akan
dijadikan sebagai hewan qurban, hewan tersebut harus sudah mencapai umur yang
telah ditentukan. Juga sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, hewan itu bukanlah hewan yang buta satu matanya dan
sangat jelas butanya, serta bukan pula hewan yang terkena sakit dan sangat
jelas sakitnya. Bukan pula hewan yang pincang sehingga tidak bisa berjalan
mengikuti lainnya, serta bukan hewan yang sudah sangat tua sehingga tidak
pantas untuk dikonsumsi dagingnya. Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin
untuk belajar dan bertanya kepada ahlinya tentang hal-hal yang berkaitan dengan
ibadah qurban ini.
Hadirin rahimakumullah,
Semestinya seseorang yang berqurban berusaha untuk
mencari sebaik-baik hewan yang akan dijadikan sebagai hewan qurban. Hewan yang
tinggi nilai/harganya, seperti yang banyak dagingnya, bagus warnanya, dan kuat/
sehat tubuhnya, atau yang semisalnya. Karena, yang demikian termasuk bentuk
pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
menunjukkan besarnya ketakwaan dirinya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ
فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah,
maka sesungguhnya itu menunjukkan ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)
Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala
senantiasa memberikan kepada kita petunjuk-Nya sehingga kita bisa menjalankan
ibadah sebagaimana yang disyariatkan-Nya. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu
wa Ta’ala tidak menjadikan kita menjadi orang yang sia-sia amalannya,
karena beribadah dengan tidak ikhlas atau tidak sesuai dengan petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin.
Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ
بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً {103} الَّذِينَ
ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ
يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu
tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya’.” (Al-Kahfi: 103-104)
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ وَعَلِي وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لَـهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْـمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْـمُوَحِّدِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمِيْنَ في كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْـمُسْلِمَاتِ وَالْـمُؤْمِنِيْنَ وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ … اذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ الْـجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْـمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْـمُوَحِّدِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمِيْنَ في كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْـمُسْلِمَاتِ وَالْـمُؤْمِنِيْنَ وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ … اذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ الْـجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
Post a Comment for "Khutbah Jum'at Keutamaan Bulan Dzulhijjah"