PMR Harus Siap Siaga Bencana
KESIAPSIAGAAN
BENCANA (MATERI PMR)
AYO SIAGA BENCANA
1.Pengertian Bencana
Adalah kejadian akibat fenomena alam yang luar biasa dan / atau yang disebabkan ulah manusia yang menimbulkan krban jiwa, kerugian material dan kerusakan lingkungan, dimana masyarakat setempat tidak dapat mengatasinya, sehingga membutuhkan bantuan dari luar.
2. Pengertian Ancaman
Adalah fenomena alam yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia.
Bencana terjadi ketika manusia tidak mampu lagi mengatasi ancaman.
3. Hal-hal yang mempengaruhi Kapasitas
a. Kondisi fisik
b. Keadaan social budaya
c. Kelembagaan sosial
d. Kemampuan ekonomi
e. Pengetahuan
f. Sikap dan perilaku
4. Jenis Bencana berdasarkan Waktunya
a. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba
Contoh : Gempa bumi, Tsunami, Angin topan/Badai, Letusan gunung berapi, dan tnh longsor
b. Bencana yang terjadi secara perlah
Contohnya : Kekeringan, Rawan pangan, kerusakan lingkungan, dll.
5. Jenis Bencana Berdasarkan Penyebabnya
a. Fenomena Alam
Fenomena ALam
Penyebab Akibat
Pergeseran lapisan bumi •Gempa bumi
•Tsunami
Aktifitas Gunung Api •Gempa Vulkanik
•Semburan Awan Panas
•Hujan Abu
•Erupsi / Letusan
Perubahan Iklim / Musim •Hujan Musiman
•Angin rebut
•Angin Topan
Kemarau berkepanjangan •Kekeringan
•Kebakaran Hutan
b. Ulah Manusia
1)Berhubungan dengan lingkungan
Contohnya : Penebangan hutan tak terkendali, Perusakan area penyanggah daratan dan
laut, Polusi (air, udara & Tanah)
2)Berhubungan dengan kecelakaan / kelalaian
Contohnya : Kebakaran kilang minyak, Kebocoran reactor nuklir, Kebocoran gas
industri, dll
3)Berhubungan dengan pertentangan antar manusia
Contohnya : Perang, Konflik sosial, dll.
c. Kombinasi
Contohnya : Banjir, Tanah longsor, kebakaran perumahana atau Perkotaan,
Kebakaran di pedesaan, lahan atau hutan, dll.
6. Siklus Bencana
a. Pra Bencana
1) Kesiapsiagaan
Adalah upayaupaya mpenggunaan kemampuan untuk secara tepat dan cepat merespon bencana.
Meliputi :
• Penyusunan rencana tanggap darurat bencana
• Pengembangan sistem peringatan dini
• Peningkatan kemampuan diri, dll
2) Mitigasi
Adalah upaya-upaya untuk mengurangi akibat ancaman bencana.
Contohnya : Pengelolaan air bersih, pembangunan tanggul banjir dan tempat evakuasi, penghijauan lereng yang rawan longsor, dll
b. Saat Bencana
1) Bantuan
2) Rehabilitasi
c. Setelah Bencana
• Rekonstruksi
7. Isi Tas Siaga Bencana
a. Obat-obatan ringan
b. Perlengkapan PP
c. Persediaan air minum dan makanan kering
d. Senter
e. Peluit
f. Korek api
g. Selimut
h. Pakaian
i. Perlengkapan mandi
j. Alas kaki
k. Kantong plastic besar
l. Foto keluarga
Hal ini berguna pada saat terpisah dari keluarga
m. Buku cerita
Akan membantu menghibur di tempat pengungsian
n. Buku catatan
Mencatat nomor telepon dan alamat keluarga serta nomor telepon penting atau kanor atau organisasi yang dapat dihubungi apabila membutuhkan bantuan
o. Alat tulis
p. Radio transistor
Selain sebagai hiburan, juga dapat membantu mengetahui perkebangan pada saat bencana terjadi
8. Jenis Gempa Bumi
a. Gempa Tektonik
Gempa yang disebabka oleh pergeseran lempengan tektonik
b. Gempa Vulkanik
Gempa yang disebabkan aktifitas gunung api
c. Gempa Induksi
Gempa yang disebabkan oleh pelepasan energi akibat sumber-sumber lainnya, misalnya : runtuhnya tanah dan bebatuan akibat bahan peledak.
9. Akibat Gempa
a. Hancurnya bangunan
b. Kerugian harta maupun nyawa
10. Titik Pusat Gempa
a. Hiposentrum
Adalah pusat gempa jauh di bawah permukaan bumi, tepat di tempat batuan yang pecah dan bergeser untuk pertama kali
b. Episentrum
Adalah titik di permukaan bumi , tepat diatas pusat gempa
11. Gelombang Seismik
Adalah gerakan batuan yang menyebabkan getaran pada gempa
12. Seismograf / Seismometer
Adalah alat pengukur getaran gempa
13. Charles F. Richer
Adalah seorang ahli seismologi Amerika yang mengembangkan system pengukuran kekuatan gempa.
Setiap angka pada skala richer (SR) menggambarak 10 kali peningkatan gerakan tanah yang tercatat oleh seismograf
14. Yang Dilakukan bila terjadi Gempa
a. Sebelum Gempa terjadi
• Kenalilah daerah sekiat tempat tinggalmu
• Ketika masuk ke sebuah gedung atau bangunan, perhatikan dimana leta pintu keluar, tangga darurat atau cara-cara keluar jika sewaktu-waktu harus menyelamatkan diri
• Perhatikan tempat-tempat yang aman untuk berlindung ketika gempa
• Perhatikan juga tempat-tempat berbahaya pada saat gempa terjadi. Contohnya : di dekat atau di bawah candela kaca, di dekat pilar atau tiang
• Catat dan simpan nomor-nomor telepon penting yang harus dihubungi pada saat gempa terjadi
• Matikan kran air, kompor, gas dan listrik setelah selesai digunakan
b. Ketika Gempa Terjadi
1) Di rumah
• Berusahalah menyelamatkan diri dan keluarga
• Berlindung di bawah meja
Agar tidak terkena benda yang jatuh
• Lindungi kepala dengan apa saja
Misalnya : papan, bantal atau kedua tangan dengan posisi telungkup
2) Di luar rumah
• Merunduk dan lindungi kepala
• Bergeraklah menjauh dari gedung dan tiang
• Menuju daerah terbuka
• Jangan lakukan apapun sampai keadaan menjadi tenang
3) Di mal atau tempat umum
• Tetap tenang
• Ikuti petunjuk dari satpam atau petugas penyeamat
• Jangan menggunakan lift
• Gunakan tangga darurat
• Bergeraklah ke tempat terbuka
4) Di dalam kendaraan
• Berpeganglah dengan erat pada tiang atau apapun yang dekat
• Tetap tenang
• Ikuti perintah atau petunjuk petugas
• Minta pngemudi untuk mngehentikan kendaraan
• Bergeraklah e tempat terbuka
5) Di gunung atau pantai
• Jika di gunung, bergeraklah ke daerah yang aman yaitu lapangan terbuka yang jauh dari daerah lereng
• Jika di pantai, bergeraklah ke daerah yang lebih tinggi atau perbukitan
c. Setelah Gempa Terjadi
• Bila masih berada di dalam gedung ata ruangan, segeralah keluar
• Periksa keadaan diri sendiri, apakah ada bagian tubuh yang terluka atau tertimpa benda-benda
• Mintalah orang dewasa untuk mematikan listrik dan gas
• Jangan menyalakan api
• Beri pertolongan pertama kepada orang lain bila mampu
• Dengarkan informasi dari sumber-sumber yang terpercaya dan bertindaklah sesuai himbauan
15. Banjir
Adalah merupakan peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, yang ketinggiannya melebihi batas normal.
16. Yang dilakukan bila Banjir terjadi
a. Sebelum Banjir
• Buatlah denah dan peta lingkungan sekitarmu
• Beri tanda tempat-tempat yang biasanya terendam genangan air banjir
• Tandai tempat-tempat yang aman dari banjir
• Tandai tempat-tempat yang berbahaya dari banjir
• Ketahui sistem peringatan dini di lingkunganmu
• Pahami tanda-tanda terjadinya banjir dan waspadai jika itu terjadi
• Kalau tidak hujan, perhatikan kondisi air sungai terdekat, apakah lebih keruh dari biasanya.
• Simpan surat-surat penting di dalam plastik atau bahan kedap air
b. Saat Banjir
• Pantau informasi penting yang disampaikan melalui radio atau TV
• Pindahkan barang-barang atau perabotan rumah ke tempat yang lebih tinggi dan tidak terjangkau oleh genangan air
• Segera padamkan aliran listrik dan gas di rumah
• Bersiaplah untuk kemungkinan mengungsi
• Perhatikan kecenderungan air, apakah meningkat atau berkurang
• Jika hujan tidak berhenti dan air tidak surut atau bahkan meningkat, segera mengungsi ke tempat yang aman atau tempat yang telah ditentukan oleh pemerintah setempat
• Jika ada himbauan mengungsi, segera lakukan dengan tenang dan tertip
• Jika terjebak dalam rumah, tetap tenang dan berusaha mencari pertolongan dengan menghubungi kerabat, PMI Cabang, Kantor Pemerintahan, atau kantor Polisi
• Tetap menjaga perilaku hidup sehat dan bersih
• Usahakan untuk tidak tidur di tempat terbuka
c. Setelah Banjir
• Jika mengungsi, pulanglah ke rumah jika keadaan sudah benar-benar aman
• Jangan langsung masuk kerumah, tetapi lihat situasi terlebih dahulu dengan seksama
• Periksa lingkungan sekita rumah kalau-kalau ada bahaya yang tersembunyi
• Gunakan selalu alas kaki
• Mulailah membersihkan sekitar rumah dan lingkungan
• Cuci perlengkapan makan dan barang lainnya dengan sabun anti kuman
• Perhatikan kebersihan dan kesehatan diri serta lingkungan agar terhindar dari berbagai penyakit
17. Tsunami
• Berasal dari bahasa Jepang, Tsu yang berarti pelabuhan dan Nami yang berarti pelabuhan
• Gelombang tsunami mempunyai pola ketika mendekati pantai gelombang meningkat ketinggian namun kelajuannya menurun
• Di tengah laut, Tsunami bergerak sangat cepat, dan ketika mendekati pantai dan mencapai daratan akan menimbulkan gelmbang dengan ketinggian 4 – 24 meter dan jangkauan jangkauan ke daratan 50 – 200 meter dari garis pantai
• Tinggi dan besarnya gelombang tsunami dipengaruhi oleh besar kecilnya pergeseran tanah dan bentuk garis pantai
18. Dampak Tsunami
a. Banjir dan genangan air di daratan
Misalnya di Banda Aceh, tsunami menimbulkan genangan air laut sekitar 20 – 60 cm, dan meninggalkan endapan Lumpur setebal 10 – 20 cm
b. Kerusakan sarana dan pra-sarana
Misalnya di Banda Aceh, pada tahun 2005, sedikitnya 120 hektar lahan pertanian rusak atau tergenang air laut
c. Pencemaran lingkungan
Tsunami menghanyutkan benda-benda sejak lautan hingga daratan yang terdampar dan tak berguna sehingga menjadi sampah. Sumber air bersihpun tercemar digenangi air laut
d. Korban jiwa dan harta
No Kedalaman (meter) Kecepatan (Km/ Jam) Panjang Gelombang (Km
1 7000 943 282
2 4000 713 213
3 2000 504 151
4 200 159 48
5 50 79 23
6 10 36 10,6
19. Yang Harus dilakukan bila ada Tsunami
a. Sebelum Tsunami
• Kenali tanda-tanda tsunami
• Tsunami biasanya didahului gempa besar yaitu gempa yang berpusat di laut dangkal (0 – 30 Km) dan memiliki kekuatan 6,5 SR atau gempa yang berpola sesar naik atau sesar turun
• Tanda-tanda sebelum Tsunami diantaranya air laut surut melewati garis pantai sehingga bisa terlihat binatang laut, dan tercium bau garam yang menyengat
• Jika tinggal di tepi pantai atau sedang berada di pantai, ketahuilah jalur evakuasi yang aman jika Tsunami terjadi
• Jika tidak terdapat dataran tinggi, pilihlah gedung yang tinggi (minimal 3 lantai dan memiliki konstruksi yang kuat)
b. Saat Tsunami
• Jangan panic
• Bertindak cepat dan tepat
• Bergeraklah sesuai jalur evakuasi tsunami
• Jika jalur evakuasi belum ada atau tidak diketahui, bergeraklah ke tempat yang lebih tinggi
• Jika tanda-tanda Tsunami ada, peringatkan orang lain dan ajaklah keluarga dan orang-orang di sekiatrmu menyelamatkan diri
• Jika hanyut, carilah benda-benda terapung yang dapat dijadikan rakit. Berpegang eratlah dan usahakan tidak meminum air laut dan tetap di permukaan air untuk dapat bernapas
• Jika terbawa ke tempat yang lebih tinggi, tetaplah bertahan disitu sampai air surut dan keadaan menjadi tenang
• Tetap berdoa untuk keselamatan
c. Sesudah Tsunami
• Jangan larut dalam suasana kepanikan, tetapi tetap tenang
• Kuatkan hati untuk menghadapi kenyataan
• Setelah surut, berhati-hatikah. Jangan melewati jalan-jalan atau daerah yang rusak
• Ikuti himabuan dari pemerintah atau regu penyelamat
• Jika sampai di rumah, jangan langsung masuk, tetapi waspadai ada bagian rumah yang roboh atau lantai licin
• Jangan lupa mengecek anggota keluarga satu persatu
• Hindari instalasi listrik
• Bantulah teman-temanmu terutama yang banyak mengalami penderitaan, pengalaman mengerikan dan kehilangan
• Untuk mendapatkan bantuan dan informasi datanglah ke Posko bencana
• Jalin komunikasi dengan warga sekitar
• Bantulah keluarga dan tetangga yang lebih lemah
• Bersiaplah kembali ke kehidupan normal.
20. Longsor
a. Penyebab Longsor
Penyebab utamanya adalah grafitasi, tetapi volumenya yang besar dipengaruhi oleh :
1) Faktor Alam
Meliputi :
• Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan tanah, unsur / jenis lapisan tanah, gempa bumi, gunung api, dll
• Kondisi iklim : curah hujan yang tinggi
• Kondisi topografi : kemiringan permukaan tanah, seperti : lembah, lereng, dan bukit
• Kondisi tata air : akumulasi volume atau massa air, pelarutan dan tekanan hidrostatitika, dll
2) Faktor Manusia
• Pemotongan tebing pada penambangan di lereng yang terjal
• Penimunan tanah urugan di daerah lereng
• Kegagalan struktur dinding penahan tanah
• Penggunduan hutan
• Budidaya ikan di atas lereng
• Ssistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman
• Pengembangan wilayah melanggar aturan tata ruang
• Sistem drainase yang buruk, dll
b. Jenis-jenis tanah longsor
Sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng, bidang gelincir dan kondisi lokasinya.
1) Longsoran Translasi
Terjadi jika tanah dan batuan bergerak pada permukaan landai yang rata atau bergelombang. Bidang bergeraknya tanah atau batuan disebut bidang gelincir.
2) Longsoran Rotasi
Terjadi jika tanah dan batuan bergerak pada bidang gelincir berbentuk cekung.
3) Longsoran Translasi Batu (Pergerakan blok)
Terjadi jika batuan berpindah pada bidang gelincir yang landai.
4) Longsoran Rayapan Tanah
Terjadi jika butiran tanah kasar dan halus yang bergerak lambat atau merayap. Longsor rayapan ini ditandai dengan rumah, pohon, atau tiang yang miring ke bawah. Kadang rayapan bergerak cepat bahkan tidak terkendali.
5) Longsoran Runtuhan
Terjadi jika batuan, tanah atau material lainnya jatuh bebas ke bawah. Biasanya terjadi di lereng yang terjal dan menggantung di daerah pantai.
6) Longsoran Aliran
Terjadi jika tanah terdorong oleh air, sehingga material yang ada diatasnya bergerak di sepanjang lereng dan meluas pada daerah yang landai.
c. Yang Harus Dilakukan
1) Sebelum terjadi longsor
• Petakan daerah yang rawan longsor
• Tandai lokasi yang berpotensi longsor dan jalur longsorannya
• Gerakan penanaman ohon di lereng yang rawan longsor
• Pelajari tanda-tanda longsor
• Waspadai warna air sungai yang berubah keruh
• Waspadai bila tiba-tiba muncul mata air, rembesan atau retakan yang memanjang d tanah
• Lakukan patroli secara bergantian
1.Pengertian Bencana
Adalah kejadian akibat fenomena alam yang luar biasa dan / atau yang disebabkan ulah manusia yang menimbulkan krban jiwa, kerugian material dan kerusakan lingkungan, dimana masyarakat setempat tidak dapat mengatasinya, sehingga membutuhkan bantuan dari luar.
2. Pengertian Ancaman
Adalah fenomena alam yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia.
Bencana terjadi ketika manusia tidak mampu lagi mengatasi ancaman.
3. Hal-hal yang mempengaruhi Kapasitas
a. Kondisi fisik
b. Keadaan social budaya
c. Kelembagaan sosial
d. Kemampuan ekonomi
e. Pengetahuan
f. Sikap dan perilaku
4. Jenis Bencana berdasarkan Waktunya
a. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba
Contoh : Gempa bumi, Tsunami, Angin topan/Badai, Letusan gunung berapi, dan tnh longsor
b. Bencana yang terjadi secara perlah
Contohnya : Kekeringan, Rawan pangan, kerusakan lingkungan, dll.
5. Jenis Bencana Berdasarkan Penyebabnya
a. Fenomena Alam
Fenomena ALam
Penyebab Akibat
Pergeseran lapisan bumi •Gempa bumi
•Tsunami
Aktifitas Gunung Api •Gempa Vulkanik
•Semburan Awan Panas
•Hujan Abu
•Erupsi / Letusan
Perubahan Iklim / Musim •Hujan Musiman
•Angin rebut
•Angin Topan
Kemarau berkepanjangan •Kekeringan
•Kebakaran Hutan
b. Ulah Manusia
1)Berhubungan dengan lingkungan
Contohnya : Penebangan hutan tak terkendali, Perusakan area penyanggah daratan dan
laut, Polusi (air, udara & Tanah)
2)Berhubungan dengan kecelakaan / kelalaian
Contohnya : Kebakaran kilang minyak, Kebocoran reactor nuklir, Kebocoran gas
industri, dll
3)Berhubungan dengan pertentangan antar manusia
Contohnya : Perang, Konflik sosial, dll.
c. Kombinasi
Contohnya : Banjir, Tanah longsor, kebakaran perumahana atau Perkotaan,
Kebakaran di pedesaan, lahan atau hutan, dll.
6. Siklus Bencana
a. Pra Bencana
1) Kesiapsiagaan
Adalah upayaupaya mpenggunaan kemampuan untuk secara tepat dan cepat merespon bencana.
Meliputi :
• Penyusunan rencana tanggap darurat bencana
• Pengembangan sistem peringatan dini
• Peningkatan kemampuan diri, dll
2) Mitigasi
Adalah upaya-upaya untuk mengurangi akibat ancaman bencana.
Contohnya : Pengelolaan air bersih, pembangunan tanggul banjir dan tempat evakuasi, penghijauan lereng yang rawan longsor, dll
b. Saat Bencana
1) Bantuan
2) Rehabilitasi
c. Setelah Bencana
• Rekonstruksi
7. Isi Tas Siaga Bencana
a. Obat-obatan ringan
b. Perlengkapan PP
c. Persediaan air minum dan makanan kering
d. Senter
e. Peluit
f. Korek api
g. Selimut
h. Pakaian
i. Perlengkapan mandi
j. Alas kaki
k. Kantong plastic besar
l. Foto keluarga
Hal ini berguna pada saat terpisah dari keluarga
m. Buku cerita
Akan membantu menghibur di tempat pengungsian
n. Buku catatan
Mencatat nomor telepon dan alamat keluarga serta nomor telepon penting atau kanor atau organisasi yang dapat dihubungi apabila membutuhkan bantuan
o. Alat tulis
p. Radio transistor
Selain sebagai hiburan, juga dapat membantu mengetahui perkebangan pada saat bencana terjadi
8. Jenis Gempa Bumi
a. Gempa Tektonik
Gempa yang disebabka oleh pergeseran lempengan tektonik
b. Gempa Vulkanik
Gempa yang disebabkan aktifitas gunung api
c. Gempa Induksi
Gempa yang disebabkan oleh pelepasan energi akibat sumber-sumber lainnya, misalnya : runtuhnya tanah dan bebatuan akibat bahan peledak.
9. Akibat Gempa
a. Hancurnya bangunan
b. Kerugian harta maupun nyawa
10. Titik Pusat Gempa
a. Hiposentrum
Adalah pusat gempa jauh di bawah permukaan bumi, tepat di tempat batuan yang pecah dan bergeser untuk pertama kali
b. Episentrum
Adalah titik di permukaan bumi , tepat diatas pusat gempa
11. Gelombang Seismik
Adalah gerakan batuan yang menyebabkan getaran pada gempa
12. Seismograf / Seismometer
Adalah alat pengukur getaran gempa
13. Charles F. Richer
Adalah seorang ahli seismologi Amerika yang mengembangkan system pengukuran kekuatan gempa.
Setiap angka pada skala richer (SR) menggambarak 10 kali peningkatan gerakan tanah yang tercatat oleh seismograf
14. Yang Dilakukan bila terjadi Gempa
a. Sebelum Gempa terjadi
• Kenalilah daerah sekiat tempat tinggalmu
• Ketika masuk ke sebuah gedung atau bangunan, perhatikan dimana leta pintu keluar, tangga darurat atau cara-cara keluar jika sewaktu-waktu harus menyelamatkan diri
• Perhatikan tempat-tempat yang aman untuk berlindung ketika gempa
• Perhatikan juga tempat-tempat berbahaya pada saat gempa terjadi. Contohnya : di dekat atau di bawah candela kaca, di dekat pilar atau tiang
• Catat dan simpan nomor-nomor telepon penting yang harus dihubungi pada saat gempa terjadi
• Matikan kran air, kompor, gas dan listrik setelah selesai digunakan
b. Ketika Gempa Terjadi
1) Di rumah
• Berusahalah menyelamatkan diri dan keluarga
• Berlindung di bawah meja
Agar tidak terkena benda yang jatuh
• Lindungi kepala dengan apa saja
Misalnya : papan, bantal atau kedua tangan dengan posisi telungkup
2) Di luar rumah
• Merunduk dan lindungi kepala
• Bergeraklah menjauh dari gedung dan tiang
• Menuju daerah terbuka
• Jangan lakukan apapun sampai keadaan menjadi tenang
3) Di mal atau tempat umum
• Tetap tenang
• Ikuti petunjuk dari satpam atau petugas penyeamat
• Jangan menggunakan lift
• Gunakan tangga darurat
• Bergeraklah ke tempat terbuka
4) Di dalam kendaraan
• Berpeganglah dengan erat pada tiang atau apapun yang dekat
• Tetap tenang
• Ikuti perintah atau petunjuk petugas
• Minta pngemudi untuk mngehentikan kendaraan
• Bergeraklah e tempat terbuka
5) Di gunung atau pantai
• Jika di gunung, bergeraklah ke daerah yang aman yaitu lapangan terbuka yang jauh dari daerah lereng
• Jika di pantai, bergeraklah ke daerah yang lebih tinggi atau perbukitan
c. Setelah Gempa Terjadi
• Bila masih berada di dalam gedung ata ruangan, segeralah keluar
• Periksa keadaan diri sendiri, apakah ada bagian tubuh yang terluka atau tertimpa benda-benda
• Mintalah orang dewasa untuk mematikan listrik dan gas
• Jangan menyalakan api
• Beri pertolongan pertama kepada orang lain bila mampu
• Dengarkan informasi dari sumber-sumber yang terpercaya dan bertindaklah sesuai himbauan
15. Banjir
Adalah merupakan peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, yang ketinggiannya melebihi batas normal.
16. Yang dilakukan bila Banjir terjadi
a. Sebelum Banjir
• Buatlah denah dan peta lingkungan sekitarmu
• Beri tanda tempat-tempat yang biasanya terendam genangan air banjir
• Tandai tempat-tempat yang aman dari banjir
• Tandai tempat-tempat yang berbahaya dari banjir
• Ketahui sistem peringatan dini di lingkunganmu
• Pahami tanda-tanda terjadinya banjir dan waspadai jika itu terjadi
• Kalau tidak hujan, perhatikan kondisi air sungai terdekat, apakah lebih keruh dari biasanya.
• Simpan surat-surat penting di dalam plastik atau bahan kedap air
b. Saat Banjir
• Pantau informasi penting yang disampaikan melalui radio atau TV
• Pindahkan barang-barang atau perabotan rumah ke tempat yang lebih tinggi dan tidak terjangkau oleh genangan air
• Segera padamkan aliran listrik dan gas di rumah
• Bersiaplah untuk kemungkinan mengungsi
• Perhatikan kecenderungan air, apakah meningkat atau berkurang
• Jika hujan tidak berhenti dan air tidak surut atau bahkan meningkat, segera mengungsi ke tempat yang aman atau tempat yang telah ditentukan oleh pemerintah setempat
• Jika ada himbauan mengungsi, segera lakukan dengan tenang dan tertip
• Jika terjebak dalam rumah, tetap tenang dan berusaha mencari pertolongan dengan menghubungi kerabat, PMI Cabang, Kantor Pemerintahan, atau kantor Polisi
• Tetap menjaga perilaku hidup sehat dan bersih
• Usahakan untuk tidak tidur di tempat terbuka
c. Setelah Banjir
• Jika mengungsi, pulanglah ke rumah jika keadaan sudah benar-benar aman
• Jangan langsung masuk kerumah, tetapi lihat situasi terlebih dahulu dengan seksama
• Periksa lingkungan sekita rumah kalau-kalau ada bahaya yang tersembunyi
• Gunakan selalu alas kaki
• Mulailah membersihkan sekitar rumah dan lingkungan
• Cuci perlengkapan makan dan barang lainnya dengan sabun anti kuman
• Perhatikan kebersihan dan kesehatan diri serta lingkungan agar terhindar dari berbagai penyakit
17. Tsunami
• Berasal dari bahasa Jepang, Tsu yang berarti pelabuhan dan Nami yang berarti pelabuhan
• Gelombang tsunami mempunyai pola ketika mendekati pantai gelombang meningkat ketinggian namun kelajuannya menurun
• Di tengah laut, Tsunami bergerak sangat cepat, dan ketika mendekati pantai dan mencapai daratan akan menimbulkan gelmbang dengan ketinggian 4 – 24 meter dan jangkauan jangkauan ke daratan 50 – 200 meter dari garis pantai
• Tinggi dan besarnya gelombang tsunami dipengaruhi oleh besar kecilnya pergeseran tanah dan bentuk garis pantai
18. Dampak Tsunami
a. Banjir dan genangan air di daratan
Misalnya di Banda Aceh, tsunami menimbulkan genangan air laut sekitar 20 – 60 cm, dan meninggalkan endapan Lumpur setebal 10 – 20 cm
b. Kerusakan sarana dan pra-sarana
Misalnya di Banda Aceh, pada tahun 2005, sedikitnya 120 hektar lahan pertanian rusak atau tergenang air laut
c. Pencemaran lingkungan
Tsunami menghanyutkan benda-benda sejak lautan hingga daratan yang terdampar dan tak berguna sehingga menjadi sampah. Sumber air bersihpun tercemar digenangi air laut
d. Korban jiwa dan harta
No Kedalaman (meter) Kecepatan (Km/ Jam) Panjang Gelombang (Km
1 7000 943 282
2 4000 713 213
3 2000 504 151
4 200 159 48
5 50 79 23
6 10 36 10,6
19. Yang Harus dilakukan bila ada Tsunami
a. Sebelum Tsunami
• Kenali tanda-tanda tsunami
• Tsunami biasanya didahului gempa besar yaitu gempa yang berpusat di laut dangkal (0 – 30 Km) dan memiliki kekuatan 6,5 SR atau gempa yang berpola sesar naik atau sesar turun
• Tanda-tanda sebelum Tsunami diantaranya air laut surut melewati garis pantai sehingga bisa terlihat binatang laut, dan tercium bau garam yang menyengat
• Jika tinggal di tepi pantai atau sedang berada di pantai, ketahuilah jalur evakuasi yang aman jika Tsunami terjadi
• Jika tidak terdapat dataran tinggi, pilihlah gedung yang tinggi (minimal 3 lantai dan memiliki konstruksi yang kuat)
b. Saat Tsunami
• Jangan panic
• Bertindak cepat dan tepat
• Bergeraklah sesuai jalur evakuasi tsunami
• Jika jalur evakuasi belum ada atau tidak diketahui, bergeraklah ke tempat yang lebih tinggi
• Jika tanda-tanda Tsunami ada, peringatkan orang lain dan ajaklah keluarga dan orang-orang di sekiatrmu menyelamatkan diri
• Jika hanyut, carilah benda-benda terapung yang dapat dijadikan rakit. Berpegang eratlah dan usahakan tidak meminum air laut dan tetap di permukaan air untuk dapat bernapas
• Jika terbawa ke tempat yang lebih tinggi, tetaplah bertahan disitu sampai air surut dan keadaan menjadi tenang
• Tetap berdoa untuk keselamatan
c. Sesudah Tsunami
• Jangan larut dalam suasana kepanikan, tetapi tetap tenang
• Kuatkan hati untuk menghadapi kenyataan
• Setelah surut, berhati-hatikah. Jangan melewati jalan-jalan atau daerah yang rusak
• Ikuti himabuan dari pemerintah atau regu penyelamat
• Jika sampai di rumah, jangan langsung masuk, tetapi waspadai ada bagian rumah yang roboh atau lantai licin
• Jangan lupa mengecek anggota keluarga satu persatu
• Hindari instalasi listrik
• Bantulah teman-temanmu terutama yang banyak mengalami penderitaan, pengalaman mengerikan dan kehilangan
• Untuk mendapatkan bantuan dan informasi datanglah ke Posko bencana
• Jalin komunikasi dengan warga sekitar
• Bantulah keluarga dan tetangga yang lebih lemah
• Bersiaplah kembali ke kehidupan normal.
20. Longsor
a. Penyebab Longsor
Penyebab utamanya adalah grafitasi, tetapi volumenya yang besar dipengaruhi oleh :
1) Faktor Alam
Meliputi :
• Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan tanah, unsur / jenis lapisan tanah, gempa bumi, gunung api, dll
• Kondisi iklim : curah hujan yang tinggi
• Kondisi topografi : kemiringan permukaan tanah, seperti : lembah, lereng, dan bukit
• Kondisi tata air : akumulasi volume atau massa air, pelarutan dan tekanan hidrostatitika, dll
2) Faktor Manusia
• Pemotongan tebing pada penambangan di lereng yang terjal
• Penimunan tanah urugan di daerah lereng
• Kegagalan struktur dinding penahan tanah
• Penggunduan hutan
• Budidaya ikan di atas lereng
• Ssistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman
• Pengembangan wilayah melanggar aturan tata ruang
• Sistem drainase yang buruk, dll
b. Jenis-jenis tanah longsor
Sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng, bidang gelincir dan kondisi lokasinya.
1) Longsoran Translasi
Terjadi jika tanah dan batuan bergerak pada permukaan landai yang rata atau bergelombang. Bidang bergeraknya tanah atau batuan disebut bidang gelincir.
2) Longsoran Rotasi
Terjadi jika tanah dan batuan bergerak pada bidang gelincir berbentuk cekung.
3) Longsoran Translasi Batu (Pergerakan blok)
Terjadi jika batuan berpindah pada bidang gelincir yang landai.
4) Longsoran Rayapan Tanah
Terjadi jika butiran tanah kasar dan halus yang bergerak lambat atau merayap. Longsor rayapan ini ditandai dengan rumah, pohon, atau tiang yang miring ke bawah. Kadang rayapan bergerak cepat bahkan tidak terkendali.
5) Longsoran Runtuhan
Terjadi jika batuan, tanah atau material lainnya jatuh bebas ke bawah. Biasanya terjadi di lereng yang terjal dan menggantung di daerah pantai.
6) Longsoran Aliran
Terjadi jika tanah terdorong oleh air, sehingga material yang ada diatasnya bergerak di sepanjang lereng dan meluas pada daerah yang landai.
c. Yang Harus Dilakukan
1) Sebelum terjadi longsor
• Petakan daerah yang rawan longsor
• Tandai lokasi yang berpotensi longsor dan jalur longsorannya
• Gerakan penanaman ohon di lereng yang rawan longsor
• Pelajari tanda-tanda longsor
• Waspadai warna air sungai yang berubah keruh
• Waspadai bila tiba-tiba muncul mata air, rembesan atau retakan yang memanjang d tanah
• Lakukan patroli secara bergantian
GERAKAN
PALANG MERAH
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Gerakan
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Gerakan
Perang
Solferino
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah Propinsi Lambordi,
sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung
sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu, menelan puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40
ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya prajurit yang menjadi korban, dimana pertempuran berlangsung antar kelompok yang saling
berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian
massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan
orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya dianggap sebagai „makanan meriam‟.
Ribuan mayat tumpang tindih dengan mereka yang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli bedah pun sangat tidak
mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu
orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat perang dengan pemandangannya yang sangat mengerikan itu, menggugah Henry Dunant, seorang
pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910) yang kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui Kaisar
Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat pertempuran,
membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari
desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh menghabiskan waktunya guna merawat
orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan medis yang tidak
mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas/keterampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya
yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti fratelli (Kita semua saudara), membuka hati para sukarelawan untuk melayani
kawan maupun lawan tanpa membedakannya.
Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya di Solferino.
Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian dunia akan kenyataan kejamnya
perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu diberi judul
“Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino).
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang·
yang terluka pada waktu perang.
Perlunya kesepakatan internasional guna melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-·
orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan juga para pemimpin
militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Usaha itu segera membuahkan hasil yang tidak terduga. Dunant
diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana. Banyak orang yang tertarik dengan ide Henry Dunant, termasuk
Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS). Moynier pun
mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang berlangsung pada 9 Februari 1863
di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota GPWS mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga ditunjuklah empat
orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant. Mereka
adalah :
1. Gustave Moynier
2. dr. Louis Appia
3. dr. Theodore Maunoir
4. Jenderal Guillame-Hendri Dufour
Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam komite tersebut ditunjuk menjadi
sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama menjadi Komite Tetap Internasional untuk
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu Jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka, atas
bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang dihadiri
perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden, Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italia, Norwegia, Prusia,
Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa Negara tersebut saat ini sudah menjadi
Negara bagian dari Jerman.
Adapun hasil dari konferensi tersebut, adalah disepakatinya satu konvensi yang terdiri dari sepuluh pasal,
beberapa diantaranya merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH atau ICRC (International
Committeee of the Red Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit
yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.
Pada akhir konferensi internasional 1863, gagasan pertama Dunant – untuk membentuk perhimpunan para
sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian
setelah berlangsungnya konferensi internasional di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan Prusia.
Perhimpunan lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis, Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan
Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan.
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan
di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi donor mengirimkan wakilnya. Sebagai
bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan tersebut dinamakan
“Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi tentara yang terluka di medan perang” dan disetujui pada tanggal 22
Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi
prajurit yang terluka pada saat peperangan dan membuat negara-negara memberikan status netral pada prajurit yang
terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.
B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Pada akhir perang dunia pertama sebagian besar daerah di Eropa sangat kacau, ekonomi rusak, populasi
berkurang drastis karena epidemi. Sejumlah besar pengungsi yang miskin dan orang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan memenuhi benua itu. Perang tersebut sangat jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat antara
perhimpunan Palang Merah yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat menarik ribuan sukarelawan. Henry P.
Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada konferensi internasional medis (April 1919,
Cannes, Perancis) untuk “mem-federasikan perhimpunan palang merah dari berbagai negara menjadi sebuah organisasi
setara dengan liga bangsa-bangsa; dalam hal peperangan dunia untuk memperbaiki kesehatan, mencegah penyakit dan
mengurangi penderitaan.”
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah1
kemudian secara formal terbentuk dengan markas
besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis, Inggris, Itali, Jepang, Amerika Serikat pada tanggal 5
Mei 1919 dengan tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara yang telah sangat menderita setelah perang.
Liga itu juga bertujuan untuk „memperkuat dan menyatukan aktivitas kesehatan yang sudah ada dalam Perhimpunan
Palang Merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.‟ Bagian penting dari kerja Federasi adalah
menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi. Sejak 1939 markas permanennya telah
berada di Jenewa. Pada tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC (International Federation of
the Red Cross and Red Crescent Societis).
Selanjutnya, baik IFRC, ICRC dan Perhimpunan Nasional, merupakan bagian dari komponen Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah atau biasa disebut dengan ”Gerakan” saja. Komponen Gerakan dalam menjalankan
tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut dalam Statuta Gerakan.
ICRC
Sebagai sebuah lembaga swasta dan mandiri, ICRC bertindak sebagai penengah yang netral antara dua negara
yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada
kasus-kasus kekerasan internasional. Selain itu, juga berusaha untuk menjamin bahwa korban kekerasan di atas, baik
penduduk sipil maupun militer, menerima perlindungan dan pertolongan.
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional, aksi kemanusiaan ICRC didasarkan
pada Konvensi dan protokol-protokolnya. Ini alasan mengapa kita mengatakan bahwa sebuah mandat khusus telah
dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal,
ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam Statuta Gerakan.
ICRC adalah pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan pengambil keputusan atas pengakuan perhimpunan-
Perhimpunan Nasional, dimana dengan itu mereka menjadi bagian resmi dari Gerakan. ICRC bekerja untuk
mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi Jenewa. ICRC juga melaksanakan
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan memastikan bahwa konvensi-konvensi
itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu.
Perhimpunan Nasional
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi kemanusiaan yang ada di setiap
negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa. Tidak ada negara yang dapat memiliki lebih dari satu Perhimpunan
1
Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki), sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang
perhimpunan nasionalnya.
Nasional. Sebelum sebuah perhimpunan baru disetujui oleh ICRC dan menjadi anggota Federasi, beberapa syarat ketat
harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang baru didirikan, harus disetujui oleh ICRC. Untuk
dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus memenuhi 10 syarat yaitu:
• Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949
• Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya
• Diakui oleh Pemerintah Negaranya
• Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
• Bersifat mandiri
• Memperluas kegiatan di seluruh wilayah
• Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh wilayah negaranya
• Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang
• Menyetujui Statuta Gerakan
• Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya sejalan dengan prinsip-prinsip HPI
IFRC
Seluruh Perhimpunan Nasional adalah anggota dari IFRC. Badan ini mendukung aktivitas kemanusiaan yang
dilaksanakan oleh Perhimpunan Nasional atas nama kelompok-kelompok rentan dan bertindak sebagai juru bicara dan
sebagai wakil Internasional mereka. Federasi mendukung Perhimpunan Nasional dan ICRC dalam usahanya untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah Propinsi Lambordi,
sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung
sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu, menelan puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40
ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya prajurit yang menjadi korban, dimana pertempuran berlangsung antar kelompok yang saling
berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian
massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan
orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya dianggap sebagai „makanan meriam‟.
Ribuan mayat tumpang tindih dengan mereka yang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli bedah pun sangat tidak
mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu
orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat perang dengan pemandangannya yang sangat mengerikan itu, menggugah Henry Dunant, seorang
pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910) yang kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui Kaisar
Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat pertempuran,
membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari
desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh menghabiskan waktunya guna merawat
orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan medis yang tidak
mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas/keterampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya
yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti fratelli (Kita semua saudara), membuka hati para sukarelawan untuk melayani
kawan maupun lawan tanpa membedakannya.
Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya di Solferino.
Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian dunia akan kenyataan kejamnya
perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu diberi judul
“Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino).
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang·
yang terluka pada waktu perang.
Perlunya kesepakatan internasional guna melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-·
orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan juga para pemimpin
militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Usaha itu segera membuahkan hasil yang tidak terduga. Dunant
diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana. Banyak orang yang tertarik dengan ide Henry Dunant, termasuk
Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS). Moynier pun
mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang berlangsung pada 9 Februari 1863
di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota GPWS mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga ditunjuklah empat
orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant. Mereka
adalah :
1. Gustave Moynier
2. dr. Louis Appia
3. dr. Theodore Maunoir
4. Jenderal Guillame-Hendri Dufour
Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam komite tersebut ditunjuk menjadi
sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama menjadi Komite Tetap Internasional untuk
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu Jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka, atas
bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang dihadiri
perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden, Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italia, Norwegia, Prusia,
Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa Negara tersebut saat ini sudah menjadi
Negara bagian dari Jerman.
Adapun hasil dari konferensi tersebut, adalah disepakatinya satu konvensi yang terdiri dari sepuluh pasal,
beberapa diantaranya merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH atau ICRC (International
Committeee of the Red Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit
yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.
Pada akhir konferensi internasional 1863, gagasan pertama Dunant – untuk membentuk perhimpunan para
sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian
setelah berlangsungnya konferensi internasional di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan Prusia.
Perhimpunan lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis, Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan
Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan.
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan
di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi donor mengirimkan wakilnya. Sebagai
bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan tersebut dinamakan
“Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi tentara yang terluka di medan perang” dan disetujui pada tanggal 22
Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi
prajurit yang terluka pada saat peperangan dan membuat negara-negara memberikan status netral pada prajurit yang
terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.
B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Pada akhir perang dunia pertama sebagian besar daerah di Eropa sangat kacau, ekonomi rusak, populasi
berkurang drastis karena epidemi. Sejumlah besar pengungsi yang miskin dan orang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan memenuhi benua itu. Perang tersebut sangat jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat antara
perhimpunan Palang Merah yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat menarik ribuan sukarelawan. Henry P.
Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada konferensi internasional medis (April 1919,
Cannes, Perancis) untuk “mem-federasikan perhimpunan palang merah dari berbagai negara menjadi sebuah organisasi
setara dengan liga bangsa-bangsa; dalam hal peperangan dunia untuk memperbaiki kesehatan, mencegah penyakit dan
mengurangi penderitaan.”
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah1
kemudian secara formal terbentuk dengan markas
besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis, Inggris, Itali, Jepang, Amerika Serikat pada tanggal 5
Mei 1919 dengan tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara yang telah sangat menderita setelah perang.
Liga itu juga bertujuan untuk „memperkuat dan menyatukan aktivitas kesehatan yang sudah ada dalam Perhimpunan
Palang Merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.‟ Bagian penting dari kerja Federasi adalah
menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi. Sejak 1939 markas permanennya telah
berada di Jenewa. Pada tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC (International Federation of
the Red Cross and Red Crescent Societis).
Selanjutnya, baik IFRC, ICRC dan Perhimpunan Nasional, merupakan bagian dari komponen Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah atau biasa disebut dengan ”Gerakan” saja. Komponen Gerakan dalam menjalankan
tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut dalam Statuta Gerakan.
ICRC
Sebagai sebuah lembaga swasta dan mandiri, ICRC bertindak sebagai penengah yang netral antara dua negara
yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada
kasus-kasus kekerasan internasional. Selain itu, juga berusaha untuk menjamin bahwa korban kekerasan di atas, baik
penduduk sipil maupun militer, menerima perlindungan dan pertolongan.
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional, aksi kemanusiaan ICRC didasarkan
pada Konvensi dan protokol-protokolnya. Ini alasan mengapa kita mengatakan bahwa sebuah mandat khusus telah
dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal,
ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam Statuta Gerakan.
ICRC adalah pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan pengambil keputusan atas pengakuan perhimpunan-
Perhimpunan Nasional, dimana dengan itu mereka menjadi bagian resmi dari Gerakan. ICRC bekerja untuk
mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi Jenewa. ICRC juga melaksanakan
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan memastikan bahwa konvensi-konvensi
itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu.
Perhimpunan Nasional
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi kemanusiaan yang ada di setiap
negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa. Tidak ada negara yang dapat memiliki lebih dari satu Perhimpunan
1
Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki), sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang
perhimpunan nasionalnya.
Nasional. Sebelum sebuah perhimpunan baru disetujui oleh ICRC dan menjadi anggota Federasi, beberapa syarat ketat
harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang baru didirikan, harus disetujui oleh ICRC. Untuk
dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus memenuhi 10 syarat yaitu:
• Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949
• Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya
• Diakui oleh Pemerintah Negaranya
• Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
• Bersifat mandiri
• Memperluas kegiatan di seluruh wilayah
• Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh wilayah negaranya
• Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang
• Menyetujui Statuta Gerakan
• Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya sejalan dengan prinsip-prinsip HPI
IFRC
Seluruh Perhimpunan Nasional adalah anggota dari IFRC. Badan ini mendukung aktivitas kemanusiaan yang
dilaksanakan oleh Perhimpunan Nasional atas nama kelompok-kelompok rentan dan bertindak sebagai juru bicara dan
sebagai wakil Internasional mereka. Federasi mendukung Perhimpunan Nasional dan ICRC dalam usahanya untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
LAMBANG PALANG MERAH
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Lambang
Lambang Palang Merah
Sebelum Lambang Palang Merah diadopsi sebagai Lambang yang netral untuk memberikan pertolongan kepada
tentara yang terluka di medan perang, pada waktu itu setiap pelayanan medis kemiliteran memiliki tanda pengenal
sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria misalnya, menggunakan bendera putih. Perancis menggunakan
bendera merah dan Spanyol menggunakan bendera kuning. Akibatnya, walaupun tentara tahu apa tanda pengenal dari
personel medis mereka, namun biasanya mereka tidak tahu apa tanda pengenal personel medis lawan mereka. Pelayanan
medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai bagian dari kesatuan tentara, sehingga
tanda pengenal tersebut bukannya memberi perlindungan namun juga dianggap sebagai target bagi tentara lawan yang
tidak mengetahui apa artinya.
Lambat laun muncul pemikiran yang mengarah kepada pentingnya mengadopsi Lambang yang menawarkan
status netral kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin pula perlindungan mereka yang membantu di
medan perang. Kepentingan tersebut menuntut dipilihnya hanya satu Lambang. Namun yang menjadi masalah
kemudian, adalah memutuskan bentuk Lambang yang akan digunakan oleh personel medis sukarela di medan perang.
Dalam suatu kurun waktu, ikat lengan berwarna putih dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna
putih telah digunakan dalam konflik bersenjata oleh pembawa bendera putih tanda gencatan senjata, khususnya untuk
menyatakan menyerah. Penggunaan warna putih pun dapat menimbulkan kebingungan sehingga perlu dicari suatu
kemungkinan Lambang lainnya.
Delegasi dari Konferensi Internasional tahun 1863 akhirnya memilih Lambang Palang Merah di atas dasar putih,
warna kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap
Negara Swiss yang memfasilitasi berlangsungnya Konferensi Internasional saat itu. Bentuk Palang Merah pun
memberikan keuntungan teknis karena dinilai memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dikenali dan mudah
dibuat. Selanjutnya pada tahun 1863, Konferensi Internasional bertemu di Jenewa dan sepakat mengadopsi Lambang
Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan bagi tentara yang terluka – yang kemudian
berubah menjadi Perhimpunan Nasional Palang Merah. Pada tahun 1864, Lambang Palang Merah di atas dasar putih
secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.
Lambang Bulan Sabit Merah
Delegasi dari Konferensi 1863 tidak memiliki sedikitpun niatan untuk menampilkan sebuah simbol kepentingan
tertentu, dengan mengadopsi Palang Merah di atas dasar putih. Namun pada tahun 1876 saat Balkan dilanda perang,
sejumlah pekerja kemanusiaan yang tertangkap oleh Kerajaan Ottoman (saat ini Turki) dibunuh semata-mata karena
mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta penjelasan mengenai hal ini, mereka
menekankan mengenai kepekaan tentara kerajaan terhadap Lambang berbentuk palang dan mengajukan agar
Perhimpunan Nasional dan pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk menggunakan Lambang yang berbeda
yaitu Bulan Sabit Merah. Gagasan ini perlahan-lahan mulai diterima dan memperoleh semacam pengesahan dalam
bentuk “reservasi” dan pada Konferensi Internasional tahun 1929 secara resmi diadopsi sebagai Lambang yang diakui dalam Konvensi, bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah di atas dasar putih yang saat itu dipilih oleh
Persia (saat ini Iran). Tahun 1980, Republik Iran memutuskan untuk tidak lagi menggunakan Lambang tersebut dan
memilih memakai Lambang Bulan Sabit Merah.
Lambang Kristal Merah
Pada Konferensi Internasional yang ke-29 tahun 2006, sebuah keputusan penting lahir, yaitu diadopsinya
Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan dan memiliki status yang sama dengan Lambang
lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang Kristal Merah
tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan III tentang penambahan Lambang Kristal Merah untuk Gerakan, yang sudah
disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik tahun 2005. Usulan membuat Lambang keempat, yaitu Kristal Merah,
diharapkan dapat menjadi jawaban, ketika Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak bisa digunakan dan
„masuk‟ ke suatu wilayah konflik. Mau tidak mau, perlu disadari bahwa masih banyak pihak selain Gerakan yang
menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan tertentu.
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan yaitu: dapat digunakan secara
penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional, dalam arti mengganti Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang
sudah digunakan sebelumnya, atau menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika Lambang
lainnya tidak dapat diterima di suatu daerah. Artinya, baik Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi pun dapat
menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan tanpa mengganti kebijakan merubah Lambang
sepenuhnya.
B. Ketentuan Lambang
Bentuk dan Penggunaan
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ada dalam:
1. Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45
2. Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45
3. Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
5. Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tahun 1991
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak boleh sampai menyentuh
pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang
Bulan Sabit Merah, arah menghadapnya (ke kanan atau ke kiri) tidak ditentukan, terserah kepada Perhimpunan yang
menggunakannya.
Selanjutnya, aturan penggunaan Lambang bagi Perhimpunan Nasional maupun bagi lembaga yang menjalin
kerjasama dengan Perhimpunan Nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial lainnya tercantum
dalam “Regulations on the Use of the Emblem of the Red Cross and of the Red Crescent by National Societies”.
Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku sejak 1992.
Fungsi Lambang
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk :
Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai·
Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan perang/konflik ·
Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang tersebut harus dalam ukuran kecil, berfungsi pula untuk
mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai
Tanda Pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk
itu, Gerakan secara organisasi dapat mengatur secara teknis penggunaan Tanda Pengenal misalnya dalam seragam,
bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal pun harus didasarkan pada undang-
undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya.
Apabila Lambang digunakan sebagai tanda pelindung, Lambang tersebut harus menimbulkan sebuah reaksi
otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus selalu ditampakkan dalam bentuknya
yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan padanya – baik terhadap Palang Merah, Bulan
Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin,
ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang menandakan adanya perlindungan
bagi:
Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata·
Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata·
Unit dan transportasi medis Perhimpunan Nasional apabila digunakan sebagai perbantuan terhadap pelayanan·
medis angkatan bersenjata
Peralatan Medis·
Penyalahgunaan Lambang
Setiap negara peserta Konvensi Jenewa memiliki kewajiban membuat peraturan atau undang-undang untuk
mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus mengesahkan suatu peraturan untuk
melindungi Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Dengan demikian, pemakaian Lambang yang tidak
diperbolehkan oleh Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan merupakan pelanggaran hukum. Bentuk-bentuk
penyalahgunaan Lambang yaitu:
> Peniruan (Imitation):
Penggunaan tanda-tanda yang dapat disalah artikan sebagai lambang Palang Merah atau bulan sabit merah
(misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan komersial.
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan sabit merah oleh kelompok atau perseorangan (perusahaan
komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb) atau penggunaan lambang oleh orang
yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang
yang berhak menggunakan lambang namun menggunakannya untuk dapat melewati batas negara dengan lebih mudah
pada saat tidak sedang tugas).
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave misuse)
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan sabit merah dalam masa perang untuk melindungi kombatan
bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya ambulans atau helikopter ditandai dengan lambang untuk mengangkut
kombatan yang bersenjata; tempat penimbunan amunisi dilindungi dengan bendera Palang Merah) dianggap sebagai
kejahatan perang.
PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Munculnya Prinsip Dasar
Definisi
Kata “prinsip” berasal dari bahasa Latin “principium” yang berarti penyebab utama, asal atau dasar. Prinsip juga
dapat berarti „suatu aturan-aturan dasar yang mengekspresikan nilai-nilai dasar suatu kelompok komunitas yang tidak
berubah-ubah dalam keadaan apapun.‟ Sebagai contoh, penghargaan kepada individu adalah suatu prinsip yang mendasari
kemerdekaan.
Landasan
Banyaknya Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang bekerja dalam konteks yang
berbeda-beda, dengan puluhan juta anggota, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memiliki warna yang
beraneka ragam. Lebih dari itu, pekerjaannya pada dasarnya terdiri dari kegiatan sehari-hari yang praktis dan yang
seringkali diimprovisasi. Dalam rangka mengatasi perbedaan ini, meminimalisasi ketidakcocokan dan memupuk tindakan
yang konsisten dan efektif, Gerakan memerlukan standar yang universal sebagai referensi, seperangkat kebijakan dan
pendekatan yang umum; dengan kata lain, Prinsip-prinsip Dasar.
Batasan
Pekerjaan Gerakan pada awalnya relatif lebih sederhana, karena tugasnya terbatas pada pemberian bantuan pada
tentara yang luka dan sakit dalam masa perang. Namun dengan berlalunya waktu, tugasnya menjadi lebih luas dan
beraneka-ragam. Untuk tetap dapat mengontrol kegiatannya yang terus berkembang, dan menghindari perpecahan,
Gerakan memformulasikan prinsip mereka sendiri untuk diketahui oleh semua orang dan untuk lebih dapat
mendefinisikan jenis kegiatan kemanusiaan mereka.
Asal-Usul
Sebelum Gerakan mengadopsi tujuh Prinsip Dasar yang ada saat ini, telah banyak kategori Prinsip yang diajukan.
Usulan adanya Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula terdapat pada Deklarasi Oxford (1946), namun teks masih kasar dan
lepas-lepas. Pada tahun 1949, adanya Prinsip Dasar telah disebutkan pula dalam konvensi I (pasal 44) dan konvensi IV
(pasal 63). Selanjutnya berkembang pada tahun 1955 dimana Jean Pictet mulai menulis penelitiannya secara sistematik
dan membagi Prinsip menjadi 2 kategori yaitu Prinsip Dasar (fumandental) dan Prinsip Organis (Organic). Pada konteks
Palang Merah, suatu prinsip menurut Jean Pictet adalah aturan-aturan tindakan yang wajib, berdasar pada pertimbangan
dan pengalaman, yang mengatur kegiatan dari semua komponen Gerakan pada setiap saat. Sejak tahun 1965, Buku Pictet
pun menjadi dasar pertimbangan tertulis dan resmi diumumkan di Viena, konverensi Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah ke-20. namun demikian, baru pada tahu 1979, Pictet menulis uraian tentang Prinsip Dasar yang
ditulisnya. Secara resmi, Konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-25 mengadopsi Tujuh Prinsip
Dasar dan memasukannya kedalam pembukaan statuta baru. Ketujuh Prinsip dasar itu meliputi : Kemanusiaan,
Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
Makna dan Kategori
Ketujuh prinsip merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat
sebagai suatu piramida yang akan rusak apabila salah satu bagiannya jatuh atau diambil. Meskipun setiap bagian saling
terikat dan tergantung, masing-masing memiliki peranan sendiri-sendiri. Prinsip-prinsip ini dapat dibagi dalam tiga
kategori, yaitu:
> Prinsip Substantif/utama, meliputi Kemanusiaan dan Kesamaan
Prinsip-prinsip ini berlaku sebagai inspirasi organisasi, merupakan tujuan dari Gerakan, menentukan tindakan-
tindakan di masa perang, pada saat bencana alam atau kegiatan lain yang dilakukan untuk melayani umat manusia.
> Prinsip Derivatif/ turunan, meliputi Kenetralan dan Kemandirian
Prinsip yang memungkinkan untuk mengaplikasikan prinsip substansi / utama, menjamin kepercayaan semua
orang dan memungkinkan Gerakan untuk mencapai tujuannya tanpa masalah.
> Prinsip dan organis, meliputi Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.
Prinsip-prinsip ini sebagai standar untuk aplikasi, berhubungan dengan struktur dan operasi organisasi,
merupakan „batu fondasi‟ dari Gerakan. Tanpanya Gerakan tidak dapat bertindak atau akan menghilang secara perlahan.
Hubungan Antarprinsip
Prinsip-prinsip ini saling berhubungan. Hubungan antar prinsip sangatlah logis, sehingga pada tingkatan tertentu
setiap prinsip berasal dari prinsip lainnya.
Prinsip non-diskriminasi (kesamaan) berhubungan dengan prinsip inti Kemanusiaan. “Ras dan agamamu tidak
penting untukku. Hanya kenyataan bahwa kamu menderita,” kata Louis Pasteur. Pernyataan ini memberi penjelasan
bahwa konsep non-diskriminasi secara luas sangat berkaitan dengan dengan konsep Kemanusiaan. Satu mendukung yang
lainnya. Prinsip proporsional (dalam Kesamaan) berasal dari prinsip Kemanusiaan dan non-diskriminasi (Kesamaan).
Dapat ditambahkan pada pernyataan Pasteur “... dan aku akan merawatmu berdasarkan tingkat keparahan
penderitaanmu.” Bantuan terbesar harus diberikan kepada mereka yang memiliki kebutuhan terbesar. Perhatian khusus
atas “keseimbangan/proporsionalitas” adalah konsekwensi logis dari kedua prinsip di atas.
Kenetralan dan kemandirian bukan hanya saling berkaitan satu dengan lainnya, namun juga berkaitan dengan
non-diskriminasi (kesamaan). Tentu saja seseorang tidak dapat menyatakan dirinya netral selagi ia berada di bawah
kekuasaan orang lain. Begitu pula seseorang tidak dapat menyatakan dirinya mandiri apabila ia memihak. Kecerobohan
terkecil dalam hal ini akan menyebabkan salah satu dari Prinsip ini terdengar kosong dan tidak berarti. Karenanya kedua
prinsip ini sungguh-sungguh saling bergantung satu dengan lainnya, dan tidak terpisahkan dengan prinsip non-
diskriminasi, yang muncul sebagai suatu kewajiban untuk bertindak tanpa pilih kasih.
Kesukarelaan (termasuk tidak pamrih) terkait dengan Kemanusiaan. Untuk menyatakan bahwa seseorang
“memiliki rasa amal terhadap orang lain” atau “ikut menderita bersama mereka” (dua definsi yang dapat diberikan pada
prinsip Kemanusiaan) tidaklah sesuai dengan sikap perhitungan dan mementingkan diri sendiri. Sifat tidak pamrih dengan
demikian merupakan satu aspek dari prinsip ini. Kesatuan berkait dengan non-diskriminasi (kesamaan): kesatuan berarti
bahwa hanya boleh ada satu perhimpunan nasional di setiap negara. Sebagaimana yang tampak nyata, ada resiko besar
bahwa Perhimpunan Nasional dapat terpengaruh atau jatuh ke suatu kecenderungan pandangan tertentu. Dengan
demikian, non-diskriminasi sangatlah penting bagi Kesatuan. Kesemestaan merupakan sebagian dari lanjutan
kemanusiaan dan non-diskriminasi. Prinsip Kemanusiaan tidak hanya berlaku bagi penderitaan mereka yang dekat dengan
kita (diskriminasi). Apabila demikian maka “memiliki rasa amal terhadap orang lain” menjadi tidak murni lagi karena
hanya menyangkut pada orang-orang tertentu saja. Maka secara logis, Kemanusiaan dan non-diskriminasi bersifat
universal.
Implementasi Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan
a) Kemanusiaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberi
pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan
sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi
sesama manusia.”
Mewakili asal-usul Gerakan, prinsip kemanusiaan menyatakan bahwa tidak boleh satupun pelayanan yang
menguntungkan seseorang yang menderita di manapun mereka berada, ditiadakan. Tujuannya adalah untuk melindungi
hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan terhadap manusia. Di masa damai, perlindungan berarti mencegah
penyakit, bencana atau kecelakaan atau mengurangi efeknya dengan menyelamatkan hidup (mis. pelatihan Pertolongan
Pertama). Di masa perang, artinya adalah pemberian bantuan kepada mereka yang dilindungi oleh HPI (agar korban tidak
meninggal kelaparan, tidak diperlakukan secara semena-semena, atau tidak menghilang). Kemanusiaan meningkatkan
saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
b) Kesamaan
”Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau pandangan politik.
Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan
yang paling parah” Non-diskriminasi terhadap kebangsaan, suku, agama, golongan atau pandangan politik adalah sebuah aturan
wajib yang menuntut agar segala perbedaan antara pribadi dikesampingkan, bahwa kawan maupun lawan dibantu secara
merata, dan diberikan berdasarkan pertimbangan kebutuhan. Prioritas pemberian bantuan harus berdasarkan tingkat
kedaruratannya serta proporsional dengan penderitaan yang ingin diatasi
c) Kenetralan
”Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan
diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.”
Kenetralan berarti menahan diri dari memihak dalam permasalahan politik, agama, ras atau ideologi. Apabila
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah memihak, mereka akan kehilangan kepercayaan dari salah satu kelompok
masyarakat dan sulit untuk melanjutkan ativitas mereka. Setiap anggota Gerakan dituntut untuk dapat menahan diri,
bersikap netral dan tidak mengungkapkan pendapat mereka selama sedang bertugas.
d) Kemandirian
”Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional di samping membantu Pemerintahnya dalam bidang
kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak
sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.”
Secara umum, kemandirian berarti bahwa institusi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menolak segala jenis
campur tangan yang bersifat politis, ideologis atau ekonomis yang dapat mengalihkan mereka dari jalur kegiatan yang
telah ditetapkan oleh tuntutan kemanusiaan. Contohnya, tidak boleh menerima sumbangan uang dari siapapun yang
mensyaratkan bahwa peruntukkannya ditujukan bagi sekelompok orang secara khusus berdasarkan alasan politis,
kesukuan atau agama dengan mengesampingkan kelompok lainnya yang kebutuhannya mungkin lebih mendesak. Tidak
ada suatu institusi Palang Merah pun yang boleh tampak sebagai alat kebijakan pemerintah. Walaupun Perhimpunan
Nasional diakui oleh pemerintahnya sebagai alat bantu pemerintah, dan harus tunduk pada hukum negaranya, mereka
harus selalu menjaga otonomi mereka agar dapat bertindak sesuai dengan prinsip Gerakan setiap saat.
e) Kesukarelaan
“Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari
keuntungan apa pun.”
Kesukarelaan adalah proposal yang sangat tidak mementingkan diri sendiri dari seseorang yang melaksanakan
suatu tugas khusus untuk orang lain dalam semangat persaudaraan manusia. Apakah dilakukan tanpa bayaran maupun
untuk suatu pengakuan atau kompensasi, faktor utama adalah bahwa pelaksanaannya bukanlah dengan keinginan untuk
memperoleh keuntungan finansial namun dengan komitmen pribadi dan kesetiaan terhadap tujuan kemanusiaan.
f) Kesatuan
”Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk
semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.”
Prinsip kesatuan secara khusus berhubungan dengan struktur institusi dari Perhimpunan Nasional. Di negara
manapun, peraturan pemerintah yang mengakui sebuah Perhimpunan Nasional biasanya menyatakan bahwa Perhimpunan
tersebut merupakan satu-satunya Perhimpunan Nasional yang dapat melaksanakan segala kegiatannya di wilayah
nasional. Kenyataan bahwa sebuah Perhimpunan merupakan satu-satunya di negaranya juga merupakan salah satu syarat
agar dapat diakui oleh ICRC.
g) Kesemestaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap Perhimpunan
Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.”
HUKUM PERIKEMANUSIAAN INTERNASIONAL
Sejarah HPI
Salah apabila kita mengatakan bahwa pendirian Palang Merah di tahun 1863 ataupun pengadopsian Konvensi
Jenewa pertama tahun 1864 menandakan kelahiran hukum perikemanusiaan sebagaimana yang kita kenal saat ini.
Sebagaimana tidak ada satu masyarakat yang tidak memiliki seperangkat aturan, begitu pula tidak pernah ada perang yang
tidak memiliki aturan jelas maupun samar-samar yang mengatur tentang mulai dan berakhirnya suatu permusuhan, serta
bagaimana perang itu dilaksanakan.
HPI sudah terintis sejak dulu sebelum Gerakan berdiri. Pada awalnya ada aturan tidak tertulis berdasarkan
kebiasaan yang mengatur tentang sengketa bersenjata. Kemudian perjanjian bilateral (kartel) yang kerincian aturannya
berbeda-beda, lambat-laun mulai diberlakukan. Pihak-pihak yang bertikai kadangkala meratifikasinya setelah permusuhan
berakhir. Ada pula peraturan yang dikeluarkan oleh negara kepada pasukannya (lihat “Kode Lieber”). Hukum yang saat
itu ada terbatas pada waktu dan tempat, karena hanya berlaku pada satu pertempuran atau sengketa tertentu saja.
Aturannya juga bervariasi, tergantung pada masa, tempat, moral dan keberadaban.
Dari sejak permulaan perang sampai pada munculnya hukum perikemanusiaan yang kontemporer, lebih dari 500
kartel, aturan bertindak (code of conduct), perjanjian dan tulisan-tulisan lain yang dirancang untuk mengatur
tentang pertikaian telah dicatat. Termasuk di dalamnya Lieber Code, yang mulai berlaku pada bulan April 1863 dan
memiliki nilai penting karena menandakan percobaan pertama untuk mengkodifikasi hukum dan kebiasaan perang yang
ada. Namun, tidak seperti Kovensi Jenewa yang dibentuk setahun setelah itu, Lieber Code ini tidak memiliki status
perjanjian sebagaimana yang dimaksudkannya karena hanya diberlakukan kepada tentara Union yang berperang pada
waktu Perang Saudara di Amerika.
Ada dua pria memegang peran penting dalam pembentukan HPI selanjutnya, yaitu Henry Dunant dan
Guillaume-Henri Dufour. Dunant memformulasikan gagasan tersebut dalam Kenangan dari Solferino (A Memory of
Solferino), diterbitkan tahun 1862. Berdasarkan pengalamannya dalam perang, General Dufour tanpa membuang-buang
waktu menyumbangkan dukungan moralnya, salah satunya dengan memimpin Konferensi Diplomatik tahun 1864.
Terhadap usulan dari kelima anggota pendiri ICRC, Pemerintah Swiss mengadakan Konferensi Diplomatik
tahun 1864, yang dihadiri oleh 16 negara yang mengadopsi Konvensi Jenewa untuk perbaikan keadaan yang luka
dan sakit dalam angkatan bersenjata di medan pertempuran darat.
Definisi
Hukum Perikemanusiaan Internasional membentuk sebagian besar dari Hukum Internasional Publik dan terdiri
dari peraturan yang melindungi orang yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam persengketaan dan membatasi alat dan cara
berperang di masa sengketa bersenjata.
Lebih tepatnya, yang dimaksud ICRC dengan hukum perikemanusiaan yang berlaku di masa sengketa bersenjata
adalah semua ketentuan yang terdiri dari perjanjian dan kebiasaan internasional yang bermaksud untuk mengatasi segala
masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian bersenjata internasional maupun non-internasional; hukum
tersebut membatasi atas dasar kemanusiaan, hak-hak dari pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk memilih cara-cara
dan alat peperangan, serta memberikan perlindungan kepada orang yang menjadi korban maupun harta benda yang
terkena dampak pertikaian bersenjata.
Kombatan hanya boleh menyerang target militer, wajib menghormati non-kombatan dan objek sipil dan
menghindari penggunaan kekerasan yang berlebihan. Istilah hukum perikemanusiaan internasional, hukum
humaniter, hukum sengketa bersenjata dan hukum perang dapat dikatakan sama pengertiannya. Organisasi
internasional, perguruan tinggi dan bahkan Negara cenderung menggunakan istilah hukum perikemanusiaan internasional
(atau hukum humaniter), sedangkan istilah hukum sengketa bersenjata dan hukum perang biasa digunakan oleh angkatan
bersenjata. Palang Merah Indonesia sendiri menggunakan istilah Hukum Perikemanusiaan Internasional.
Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag
Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) – dikenal juga dengan nama hukum sengketa bersenjata atau hukum
perang – memiliki dua cabang yang terpisah:
> Hukum Jenewa, atau hukum humaniter, yaitu hukum yang dibentuk untuk melindungi personil militer yang tidak lagi
terlibat dalam peperangan dan mereka yang tidak terlibat secara aktif dalam pertikaian, terutama penduduk sipil;
> Hukum Den Haag, atau hukum perang, adalah hukum yang menentukan hak dan kewajiban pihak yang bertikai
dalam melaksanakan operasi militer dan membatasi cara penyerangan.
Prinsip
Hukum perikemanusiaan didasarkan pada prinsip pembedaan antara kombatan dan non-kombatan serta antara
objek sipil dan objek militer. Prinsip necessity atau kepentingan kemanusiaan dan militer, perlunya menjaga
keseimbangan antara kepentingan kemanusiaan di satu pihak dengan kebutuhan militer dan keamanan di pihak lain.
Prinsip pencegahan penderitaan yang tidak perlu (unecessary suffering), yaitu hak pihak yang bertikai untuk memilih
cara dan alat untuk berperang tidaklah tak terbatas, dan para pihak tidak diperbolehkan mengakibatkan penderitaan dan kehancuran secara melampaui batas serta tidak seimbang dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu melemahkan atau
menghancurkan potensi militer lawan. Prinsip proporsionalitas, mencoba untuk menjaga keseimbangan antara dua
kepentingan yang berbeda, kepentingan yang berdasarkan pertimbangan atas kebutuhan militer, dan yang lainnya
berdasarkan tuntutan kemanusiaan, apabila hak atau larangannya tidak mutlak.
Aturan Dasar
ICRC telah memformulasikan tujuh aturan yang mencakup inti dari hukum perikemanusian internasional. Aturan-
aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti sebuah perangkat hukum internasional dan tidak dimaksudkan untuk
menggantikan perjanjian-perjanjian yang berlaku.
1. Orang yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil bagian dalam pertikaian patut memperoleh penghormatan
atas hidupnya, atas keutuhan harga diri dan fisiknya. Dalam setiap kondisi, mereka harus dilidungi dan diperlakukan
secara manusiawi, tanpa pembedaan berdasarkan apa pun.
2. Dilarang untuk membunuh atau melukai lawan yang menyerah atau yang tidak dapat lagi ikut serta dalam
pertempuran.
3. Mereka yang terluka dan yang sakit harus dikumpulkan dan dirawat oleh pihak bertikai yang menguasai
mereka. Personil medis, sarana medis, transportasi medis dan peralatan medis harus dilindungi. Lambang palang
merah atau bulan sabit merah di atas dasar putih adalah tanda perlindungan atas personil dan objek tersebut di atas,
dan harus dihormati.
4. Kombatan dan penduduk sipil yang berada di bawah penguasaan pihak lawan berhak untuk memperoleh
penghormatan atas hidup, harga diri, hak pribadi, keyakinan politik, agama dan keyakinan lainnya. Mereka harus
dilindungi dari segala bentuk kekerasan ataupun balas dendam. Mereka berhak berkomunikasi dengan keluarganya
serta berhak menerima bantuan.
5. Setiap orang berhak atas jaminan peradilan dan tak seorangpun dapat dituntut untuk bertanggungjawab atas suatu
tindakan yang tidak dilakukannya. Tidak seorangpun dapat dijadikan sasaran penyiksaan fisik maupun mental atau
hukuman badan yang kejam yang merendahkan martabat ataupun perlakuan lainnya.
6. Tidak satu pun pihak bertikai maupun anggota angkatan bersenjatanya mempunyai hak tak terbatas untuk
memilih cara dan alat berperang. Dilarang untuk menggunakan alat dan cara berperang yang berpotensi
mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang tak perlu.
7. Pihak bertikai harus selalu membedakan antara penduduk sipil dan kombatan dalam rangka melindungi
penduduk sipil dan hak milik mereka. Penduduk sipil, baik secara keseluruhan maupun perseorangan tidak boleh
diserang. Penyerangan hanya boleh dilakukan semata-mata kepada objek militer.
HPI dan HAM
Hukum perikemanusiaan internasional dan hukum hak asasi manusia internasional (selanjutnya disebut
hukum HAM) saling melengkapi. Keduanya bermaksud untuk melindungi individu, walaupun dilaksanakan dalam situasi
dan cara yang berbeda. HPI berlaku dalam situasi sengketa bersenjata, sedangkan hukum HAM atau setidaknya sebagian
daripadanya, melindungi individu di setiap saat, dalam masa perang maupun damai. Tujuan dari HPI adalah melindungi
korban dengan berusaha membatasi penderitaan yang diakibatkan oleh perang, hukum HAM bertujuan untuk melindungi
individu dan menjamin perkembangannya.
Kepedulian utama HPI adalah mengenai perlakuan terhadap individu yang jatuh ke tangan pihak lawan dan
mengenai metode peperangan, sedangkan hukum HAM pada intinya mencegah perlakuan semena-mena dengan
membatasi kekuasaan negara atas individu. Hukum HAM tidak bertujuan untuk mengatur bagaimana suatu operasi
militer dilaksanakan. Untuk memastikan penghormatannya, HPI membentuk suatu mekanisme yang mengadakan sebuah
bentuk pengawasan terus-menerus atas pelaksanaannya; mekanisme itu memberi penekanan pada kerjasama antara para
pihak yang bersengketa dengan penengah yang netral, dengan tujuan untuk mencegah pelanggaran. Sebagai
konsekwensinya, pendekatan ICRC yang perannya menjamin penghormatan terhadap HPI memberikan prioritas pada
persuasi.
Mekanisme untuk memonitor hukum HAM sangat bevariasi. Dalam banyak kasus, lembaga yang berwenang
dituntut untuk menentukan apakan sebuah negara telah menghormati hukum. Contohnya, Mahkamah HAM Eropa,
setelah penyelesaian pendahuluan oleh seseorang, dapat menyatakan bahwa Konvensi HAM Eropa telah dilanggar oleh
penguasa negara. Penguasa ini selanjutnya wajib untuk mengambil langkah yang perlu untuk memastikan bahwa situasi
internal itu sesuai dengan persyaratan yang diminta oleh Konvensi. Mekanisme pelaksanaan HAM pada intinya
bermaksud untuk meluruskan segala kerusakan yang terjadi.
CODE OF CONDUCT & SAFER ACCESS
Code of Conduct
Code of conduct atau kode perilaku adalah Etika dan Aturan Main Antara Badan Kemanusiaan
Internasional dalam Kegiatan Bantuan Kemanusiaan. Merupakan rumusan dari hasil Kesepakatan antara 7(tujuh)
Badan Kemanusiaan Internasional yaitu : ICRC, IFRC, Caritas International, International Save the Children, Lutheran
World Federation, Oxfam dan World Council of Churches. Kesepakatan tersebut berupa ketentuan dasar yang mengatur
standardisasi Perilaku Badan Kemanusiaan Internasional serta Pekerja Kemanusiaan untuk menjamin Independensi dan
Efektifitas dalam penyelenggaraan kegiatan kemanusiaan
Agar penerapan menyeluruh dapat diterapkan, maka Code of Conduct ini diadopsi oleh Federasi melalui General
Assembly and The Council of Delegates (Birmingham, 1993) dan International Conference (Geneva, 1995);
Code of conduct terdiri dari 10(sepuluh) Prinsip Dasar berkenaan dengan Humanitarian Relief Operation serta
3(tiga) Annex yang mengatur hubungan antara Badan/Organisasi Kemanusiaan dengan Pemerintah Setempat, Negara
Donor dan Organisasi Antar Negara khususnya pada saat bencana. Karena prinsipnya yang mengikat dan harus
diterapkan secara nyata oleh personel lembaga yang bersangkutan, maka bagi Federasi, tugas seorang anggota Delegasi
Federasi jika ditempatkan di suatu negara, maka ia harus mensosialisasikan Code of Conduct ini kepada Perhimpunan
Nasional dimana ia ditugaskan.
Adapun kesepuluh kode perilaku tersebut adalah :
1. Kewajiban kemanusiaan adalah prioritas utama.
- Pengakuan atas Hak Korban Bencana/Konflik yaitu – Hak Untuk Memperoleh Bantuan Kemanusiaan –
dimanapun ia berada
- Komitment untuk menyediakan Bantuan Kemanusiaan kepada korban bencana/konflik, diamanapun atau
kapanpun ia diperlukan
- Akses terhadap lokasi bencana/konflik dan terhadap korban tidak dihalang-halangi
- Dalam memberikan bantuan kemanusiaan tidak menjadi bagian dari suatu kegiatan politik atau partisan
2. Bantuan diberikan tanpa pertimbangan ras, kepercayaan ataupun kebangsaan dari penerima bantuan atau pun
perbedaan dalam bentuk apa pun.
- Bantuan kemanusiaan diperhitungkan berdasarkan kebutuhan semata
- Proportional
- Mengakui peranan penting Kaum Wanita dan menjamin bahwa peranan tersebut harus didukung dan
didayagunakan
- Terjaminnya akses terhadap sumber-sumber daya yang diperlukan serta akses yang seimbang terhadap korban
bencana/konflik
3. Bantuan tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik dan agama.
- Tidak mengikuti suatu pendirian politik atau keagamaan tertentu
- Bantuan diberikan kepada Individu, Keluarga dan Kelompok Masyarakat yang memerlukan bantuan
- tidak tergantung/memandang pada predikat apa yang melekat pada penerima bantuan
4. Tidak menjadi alat kebijakan pemerintah luar negeri.
- Badan Kemanusiaan Internasional harus dapat menjamin Independensinya terhadap Negara Donor yang
mempercayakan penyaluran bantuannya;
- Badan Kemanusiaan Internasional harus dapat mengupayakan lebih dari satu sumber bantuan
5. Menghormati kebiasaan dan adat istiadat.
- Tidak bertentangan dengan adat istiadat setempat
6. Membangun respon bencana sesuai kemampuan setempat.
- Memanfaatkan keberadaan LSM serta tenaga lokal yang tersedia dalam implementasi kegiatan
- Pengadaan komoditas bantuan serta Jasa dari sumber-sumber setempat;
- Mengutamakan koordinasi
7. Melibatkan penerima bantuan dalam proses manajemen bencana.
- Mengupayakan partisipasi masyarakat hingga pemanfaatan sumber-sumber daya masyarakat yang tersedia;
8. Bantuan yang diberikan hendaknya untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana di kemudian hari.
- Bantuan kemanusiaan diberikan, tidak semata-mata memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga diupayakan agar
dapat mengurangi tingkat kerentanan masyarakat (korban bencana/konflik) di masa depan
- Memperhatikan kepentingan lingkungan dalam merekayasa dan implementasi program-program
- Menghindari sikap ketergantungan yang berkepanjangan terhadap bantuan-bantuan eksternal
9. Bertanggung-jawab kepada pihak yang kita bantu dan yang memberi kita bantuan.
- Bantuan kemanusiaan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada mereka yang berhak menerimanya dan
kepada pihak Donor
- Bantuan kemanusiaan harus dikelola secara terbuka/transparansi, baik dari perspective Finansial maupun
Efektifitas kegiatan - Mengakui kewajiban Pelaporan dan memastikan upaya monitoring telah dilakukan sebagaimana mestinya
10. Dalam kegiatan informasi, publikasi dan promosi, harus memandang korban sebagai manusia yang bermartabat.
- Mengakui martabat daripada korban bencana/konflik
- Dalam publikasi, tidak hanya menonjolkan tingkat penderitaan korban bencana, tetapi juga perlu menonjolkan
upaya/kapasitas masyarakat dalam mengatasi penderitaan mereka
- Kerjasama dengan Media dalam rangka meningkatkan perhatian dan kontribusi masyarakat – tidak didasarkan pada
adanya tekanan, vested interest atau publisitas baik dari lingkungan internal maupun eksternal
- Dalam media coverage – diupayakan tidak menimbulkan kesan persaingan dengan Badan Kemanusiaan lainnya
- Tidak merusak situasi/atmosphere ditempat dimana Badan Kemanusiaan itu bekerja, demikian pula keamanan dari
para Pekerjanya
Safer Access
Pada saat konflik terjadi, kerawanan menjadi korban bagi mereka yang memberi bantuan adalah sebuah hal yang
sulit dihindarkan. Setiap saat pemberi bantuan dapat turut menjadi korban pertikaian. Misalnya, disandera atau ditawan,
terkena peluru, senjata tajam hingga mortir secara tidak disengaja dan terbunuh. Terkenanya pemberi bantuan menjadi
korban, tentu akan berpengaruh bagi kelancaran sampainya bantuan bagi yang membutuhkan. Untuk itu, pada saat konflik
atau perang terjadi, pemberi bantuan harus memperhatikan betul bagaimana ia bisa selamat dan terhindar dari akibat yang
membuatnya dapat turut menjadi korban. Bagaimana memperoleh keamanan dan bagaimana tindakan aman yang harus
dilakukan oleh pemberi bantuan di situasi konflik inilah yang disebut dengan safer access. Intinya dapat disimpulkan
bahwa safer access adalah Kerangka kerja yang disusun agar pemberi bantuan dapat memiliki AKSES YANG LEBIH
BAIK terhadap populasi yang terkena dampak konflik dan dapat BEKERJA LEBIH AMAN dalam situasi konflik.
Kerangka kerja tersebut terdiri dari pedoman bagi organisasi dan individu agar lebih aman bekerja dalam situasi konflik
Ada tiga hal yang menjadi kerangka kerja tersebut yaitu :
1. Keamanan pemberi bantuan dalam konflik
Secara umum, langkah-langkah keamanan disusun untuk: mencegah insiden, mengurangi resiko dan membatasi
kerusakan. Artinya, kalaupun insiden tidak dapat dihindarkan (misalnya dtangkap oleh salah satu kelompok yang
bertikai), paling tidak, kita harus berupaya agar dalam insiden tersebut dapat berlaku tepat agar resiko lebih jauh dapat
terhindar. Termasuk tentunya, membatasi kerusakan lebih jauh terhadap kendaran atau bangunan (terutama yang
digunakan dalam operasi kemanusiaan) yang ada.
Kunci dari bagaimana dapat berlaku tepat, tentu sebelumnya harus mengerti dan memahami bagaimana situasi
konflik yang terjadi. Pemberi bantuan harus mengetahui peta konflik dan peta situasi atau lokasi yang ada. Misalnya,
mengetahui siapa yang berkonflik, dimana lokasi-lokasi yang menjadi basis pertahanan dan daerah konflik terbuka
terjadi, dimana lokasi pengungsi, mengetahui jalur atau akses jalur wilayah yang aman dan sebagainya.
2. Dasar hukum dan kebijakan gerakan
Andaikan yang memberi bantuan pada saat konflik adalah PMI, maka anggota PMI selain harus mengetahui tipe-
tipe konflik maka harus mengetahui juga, apa dasar hukum yang dipakai oleh PMI untuk bertindak dalam situasi
konflik. Selain itu, pemahaman akan hak, kewajiban dan keterbatasan PMI di saat konflik dan aturan lain yang terkait
dengan posisi sebagai anggota PMI dalam situasi konflik juga menjadi sebuah hal yang harus diketahui. Selain itu,
tentunya relevansi penerapan dasar hukum internasional dan internasional bagi pemberian bantuan merupakan
pengetahuan dasar yang melekat.
Dasar Hukum Internasional meliputi :
A. Konvensi Jenewa (1949)
I. Melindungi anggota angkatan bersenjata yang luka dan yang sakit dalam pertempuran di darat
II. Melindungi anggota angkatan bersenjata yang luka, sakit dan mengalami kapal karam dalam pertempuran di laut
III. Melindungi para tawanan perang
IV. Melindungi penduduk sipil
B. Protokol Tambahan (1977)
I. Protokol I :
Memperkuat perlindungan kepada para korban konflik bersenjata internasional
II. Protokol II:
Memperkuat perlindungan kepada para korban konflik bersenjata non-internasional
III. Protokol III (2005)
Pengesahan dan pengakuan Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan
Dasar Hukum Nasional meliputi :
1. UU No 59 tahun 1958 – keikutsertaan negara RI dalam Konvensi-Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949
2. Keppres RI no 25 tahun 1950 – pengesahan dan pengakuan Perhimpunan Nasional PMI
3. Keppres RI no 246 tahun 1963 – tugas pokok dan kegiatan PMI
4. AD/ART PMI
5. Garis-Garis Kebijakan Palang Merah Indonesia
6. Protap Tanggap Darurat Bencana PMI 3. Tujuh Pilar
Adalah “Pedoman/ acuan yang efektif untuk menciptakan kesadaran personal pemberi bantuan pada semua
tingkat tentang berbagai hal penting yang harus dipertimbangkan pada saat akan memberikan perlindungan maupun
bantuan bagi para korban konflik”. Ketujuh pilar itu meliputi :
a. Penerimaan terhadap Organisasi
Organisasi bantuan kita harus „diterima‟ oleh lingkungan dimana operasi kemanusiaan dilakukan.
b. Penerimaan terhadap Individu dan Tingkah Laku Pribadi
Tingkah laku pribadi dapat berpengaruh kepada penerimaan terhadap individu dan berpengaruh pula pada
penerimaan terhadap organisasi.
c. Identifikasi
Tanda pengenal bahwa kita menjadi anggota organisasi harus selalu melekat.
d. Komunikasi Internal
Informasi internal hendaknya mengalir cepat, tepat dan akurat. Cepatnya informasi dapat mengantisipasi kejadian
yang tidak diinginkan. Untuk itu penting adanya membuat perencanaan.
e. Komunikasi Eksternal
Komunikasi atau informasi dengan pihak luar Gerakan secara terbuka tanpa batas dapat membahayakan
keamanan kita, sebab dapat disalahgunakan untuk propaganda atau dapat menimbulkan citra bahwa Gerakan
adalah organisasi yang memihak. Untuk itu, individu pemberi bantuan tidak boleh memberitahukan atau
menyampaikan apapun selain hanya „apa yang dilakukan‟ dan bukan „apa yang dirasakan, dilihat, didengar‟ dan
sebagainya.
f. Peraturan Keamanan
Peraturan harus ditandatangani oleh setiap anggota, Mempunyai suatu sistim untuk memastikan terlaksananya
peraturan tersebut dan Peraturan itu haruslah selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan situasi.
g. Tindakan Perlindungan
Memilih tindakan perlindungan aktif atau pasif atau kombinasi keduanya dan adanya jaminan asuransi.
10. Markas
11. Upaya Kesehatan Transfusi Darah
12. Hubungan dan Kerjasama
13. Perbendaharaan
14. Pembinaan
15. Pembekuan Pengurus
16. Penghargaan
17. Perubahan Anggaran Dasar / Anggaran
Rumah Tangga
ORGANISASI PMI
Upaya pendirian organisasi Palang Merah Indonesia sudah dimulai semenjak sebelum Perang Dunia ke II oleh Dr.
RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan, dimana sebelumnya telah ada organisasi palang merah di Indonesia yang bernama
Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI) yang didirikan oleh Belanda. Tetapi upaya – upaya ini masih ditentang
oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.
Pada tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, atas instruksi Presiden Soekarno maka dibentuklah badan Palang Merah
Indonesia oleh Panitia 5 (lima), yaitu :
Ketua : Dr. R. Mochtar
Penulis : Dr. Bahder Djohan
Anggota : Dr. Djoehana
Dr. Marzuki
Dr. Sitanala
Sehingga pada tanggal 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang pertama yang dilantik oleh Wakil
Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
Keppres No. 25 Tahun 1950
Karena sejak dibentuk pada tahun 1945 hingga akhir tahun 1949 PMI ikut terjun dalam mempertahankan
kemerdekaan RI sebagai alat perjuangan, yang karena tidak sempat melakukan penataan organisasi sebagaimana
mestinya, pengesahan secara hukum baru dilakukan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No. 25
Tahun 1950 yang dikeluarkan tanggal 16 Januari 1950. Yang menetapkan :
Mengesahkan Anggaran Dasar dari dan mengakui sebagai badan hukum Perhimpunan Palang Merah
Indonesia, menunjuk Perhimpunan Palang Merah Indonesia sebagai satu satunya organisasi untuk
menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat menurut Conventie Geneve
(1864,1906,1929,1949)
( isi lengkap Keppres dapat dilihat di lampiran AD/ART PMI )
Penegasan tersebut bukanlah sekedar untuk memberikan landasan hukum PMI sebagai organisasi sosial tetapi juga
mempunyai latar belakang pertimbangan dan tujuan yang bersifat Internasional sebagai hasil dari Perundingan Meja
Bundar tanggal 27 Desember 1949.
Keppres No. 246 Tahun 1963
Pada 29 November 1963 pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 246 Tahun 1963 yang
melengkapi Keppres No. 25 Tahun 1950. Melalui Keppres ini pemerintah Republik Indonesia mengesahkan :
Tugas Pokok dan Kegiatan – Kegiatan Palang Merah Indonesia yang berazaskan Perikemanusiaan dan
atas dasar sukarela dengan tidak membeda – bedakan bangsa, golongan dan faham politik
( isi lengkap Keppres dapat dilihat di lampiran AD/ART PMI )
AD/ART
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah salah satu landasan hukum dari Perhimpunan Nasional
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang mengatur asas, tujuan, struktur internal organisasi, prosedur, hubungan dan
kerjasama dengan berbagai komponen organisasi.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga merupakan konstitusi organisasi di dalam menjalankan visi dan misi
organisasi. Sehingga menjadi suatu kewajiban bagi segenap komponen organisasi untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sesuai dengan fungsi dan
kedudukan masing – masing komponen dalam organisasi.
Anggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Palang Merah Indonesia bersifat Nasional dan ditetapkan
setiap 5 tahun sekali melalui mekanisme Musyawarah Nasional dengan memenuhi beberapa syarat, seperti yang tertera
dalam AD/ART PMI.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI disahkan pertama kali oleh pemerintah dengan Keputusan
Presiden RIS No. 25 Tahun 1950. Walaupun telah disahkan oleh Pemerintah, namun AD/ART dapat disempurnakan oleh
Musyawarah Nasional PMI.
Anggaran Rumah Tangga tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar dan merupakan penjabaran serta
ketentuan lebih lanjut mengenai hal – hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI mengatur hal – hal sebagai berikut:
1. Nama, waktu, status dan kedudukan
2. Asas dan tujuan
3. Prinsip dasar
4. Lambang dan Lagu
5. Pelindung
6. Keanggotaan 7. Susunan Organisasi
8. Musyawarah dan Rapat
9. Kepengurusan
Sebagai lampiran juga terdapat :
1. Lambang ( gambar & penjelasan )
2. Lagu Hymne PMI dan Mars PMI (syair dan notasi nada )
3. Salinan Keppres No. 25 Tahun 1950 dan Keppres No. 246 Tahun 1963
4. Susunan Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia Masa Bakti yang berlaku
Sistem dan Struktur Organisasi PMI
Palang Merah Indonesia (PMI), adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri, yang didirikan
dengan tujuan untuk membantu meringankan penderitaan sesama manusia akibat bencana, baik bencana alam maupun
bencana akibat ulah manusia, tanpa membedakan latar belakang korban yang ditolong.
Tujuannya semata - mata hanya untuk mengurangi penderitaan sesama manusia sesuai dengan kebutuhan dan
mendahulukan keadaan yang lebih parah.
Perhimpunan Nasional yang berfungsi baik mempunyai struktur, sistem dan prosedur yang memungkinkan untuk
memenuhi visi dan misinya. Struktur, sistem dan prosedur Palang Merah Indonesia tertuang dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PMI.
Suatu perhimpunan Palang Merah Nasional, yang terikat dengan Prinsip – Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional, maka PMI jelas merupakan lembaga yang independen serta berstatus sebagai
Organisasi Masyarakat, namun dibentuk oleh Pemerintah serta mendapat tugas dari Pemerintah.
Tugas Pemerintah yang diserahkan kepada PMI adalah sebagai berikut :
Pertama :
Tugas – tugas dalam bidang kepalangmerahan yang erat hubungannya dengan Konvensi Jenewa dan ketentuan –
ketentuan Liga Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (saat ini dikenal dengan nama Federasi Internasional Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional), sebagai Lembaga yang menghimpun keanggotaan Perhimpunan Palang Merah
Nasional.
Kedua :
Tugas khusus untuk melakukan tugas pelayanan transfusi darah, berupa pengadaan, pengolahan dan penyediaan
darah yang tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI, susunan Organisasi Palang Merah Indonesia
adalah sebagai berikut :
PMI Cabang dapat membentuk PMI Ranting yang berada di tingkat kecamatan.
Visi dan Misi PMI
Untuk menjadi Perhimpunan Nasional yang berfungsi baik, Palang Merah Indonesia mempunyai visi dan misi
yang dinyatakan dengan jelas, dengan kata lain, konsep yang jelas tentang apa yang ingin dilakukannya. Visi dan misi
diharapkan dapat dimengerti dengan baik dan didukung secara luas oleh seluruh anggota di seluruh tingkatan. Visi dan
misi harus berpedoman pada Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional serta beroperasi
sesuai dengan Prinsip Dasar.
Visi PMI :
Palang Merah Indonesia (PMI) mampu dan siap menyediakan pelayanan kepalangmerahan dengan cepat dan tepat dengan
berpegang teguh pada Prinsip-Prinsip Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
Misi PMI :
1. Menyebarluaskan dan mendorong aplikasi secara konsisten Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah Internasional.
2. Melaksanakan kesiapsiagaan di dalam penanggulangan bencana dan konflik yang berbasis pada masyarakat.
2. Memberikan bantuan dalam bidang kesehatan yang berbasis masyarakat.
3. Pengelolaan transfusi darah secara profesional.
4. Berperan aktif dalam penanggulangan bahaya HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA.
5. Menggerakkan generasi muda dan masyarakat dalam tugas-tugas kemanusiaan.
PMI PUSAT
(TINGKAT NASIONAL)
PMI DAERAH
(TINGKAT PROPINSI)
PMI CABANG
(TK. KOTAMADYA / KAB.)
A N G G O T A 6. Meningkatkan kapasitas organisasi di seluruh jajaran PMI secara berkesinambungan disertai dengan perlindungan
terhadap relawan dan karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
7. Pengembangan dan penguatan kapasitas organisasi di seluruh jajaran PMI guna meningkatkan kualitas potensi
sumber daya manusia, sumber daya dan dana agar visi, misi dan program PMI dapat diwujudkan secara
berkesinambungan.
PALANG MERAH REMAJA
Pengertian
Palang Merah Remaja (PMR) adalah wadah kegiatan atau wadah pengabdian di bidang kemanusiaan yang dibentuk
oleh PMI yang anggotanya terdiri dari para remaja, biasanya merupakan kegiatan ekstrakulikuler di sekolah-sekolah.
Anggota PMR
Anggota PMR adalah anggota remaja berusia 10 – 17 tahun dan atau belum menikah, yang mendaftarkan diri dan
terdaftar dalam kelompok PMR
Tingkatan PMR:
1. PMR Mula : 10 – 12 tahun/setingkat SD/MI/sederajat
2. PMR Madya : 12 – 15 tahun/setingkat SMP/MTS/sederajat
3. PMR Wira : 15 – 17 tahun/setingkat SMA/SMK/MA/sederajat
4.
BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN
a. Keanggotaan PMR dinyatakan berakhir jika yang bersangkutan:
1. Berakhir masa keanggotaan
2. Mohon berhenti
3. Diberhentikan
4. Meninggal dunia
b. Anggota PMR dapat diberhentikan oleh Pengurus PMI Cabang, apabila yang bersangkutan mencemarkan nama baik
PMI dan atau dijatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
c. Mekanisme penghentian anggota PMR ditetapkan oleh kelompok PMR yang bersangkutan, yang dikoordinasikan
dengan PMI Cabang
Syarat Menjadi Anggota PMR
1. Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang sedang berdomisili di wilayah Indonesia
2. Berusia 10 tahun sampai dengan 17 tahun dan atau belum menikah atau seusia siswa SD/MI s/d SMU/MA atau
yang sederajat
3. Mendapatkan persetujuan orang tua/wali
4. Bersedia mengikuti orientasi, pelatihan, dan pelaksanaan kegiatan kepalangmerahan
5. Mengisi formulir pendaftaran dan mengembalikannya kepada Pembina PMR dikelompok PMR masing-masing,
untuk selanjutnya disampaikan kepada Pengurus Cabang Palang Merah Indonesia setempat.
Hak dan Kewajiban
a. Hak Anggota PMR
1) Mendapatkan pembinaan dan pengembangan oleh PMI
2) Menyampaikan pendapat dalam forum/pertemuan resmi PMI
3) Berpartisipasi aktif dalam kegiatan PMR
4) Mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA)
b. Kewajiban Anggota PMR
1. Menjalankan dan membantu menyebarluaskan prinsip-prinsip dasar gerakan Palang Merah dan kegiatan
PMI
2. Mematuhi AD/ART
3. Melaksanakan Tri Bhakti PMR
4. Menjaga nama baik PMI
5. Membayar uang iuran keaggotaan
Tri Bakti PMR
1. Tri Bhakti PMR terdiri dari:
a. Berbakti pada masyarakat
b. Mempertinggi ketrampilan serta memelihara kebersihan dan kesehatan
c. Mempererat persahabatan nasional dan internasional
2. Jenis kegiatan dalam Tri Bakti PMR a.l.:
a. PMR Mula
Berbakti pada masyarakat
Mempertinggi ketrampilan dan
memeliharan kebersihan dan
kesehatan
Mempererat persahabatan
nasional dan internasional
1) Dapat menyanyikan lagu Mars PMI
dan Bakti Remaja
2) Dapat membuat bagan struktur
organisasi PMR
1) Tahu cara gosok gigi, mencuci
tangan dan kaki
2) Dapat melakukan Pertolongan
Pertama untuk diri sendiri
1) Menjalin persahabatan
dengan anggota PMR dari
sekolah lain: 3) Tahu alamat PMI Cabang
4) Tahu susunan pengurus PMI
Cabang
5) Tahu kegiatan dan tanda pengenal
PMR
6) Tahu tempat puskesmas, rumah
sakit, bidan, dan dokter
dilingkungannya
7) Tahu cara menghubungi tenaga
kesehatan dilingkungannya
8) Menengok teman yang sakit
9) Membantu orang tua menyelesaikan
pekerjaan rumah
10) Tahu alamat rumah sendiri
11) Tahu cara menjaga kebersihan
lingkungan
12) Pernah ikut gotong royong
membersihkan tempat ibadah,
sekolah, rumah sakit, puskesmas
3) Tahu makanan 4 sehat 5
sempurna
4) Dapat melakukan perawatan
keluarga pada anggota
keluarga
5) Tahu cara menyimpan obat-
obatan ringan
6) Dapat melakukan 3 M
(Menutup, Menguras,
Mengubur)
7) Dapat melakukan
kesiapsiagaan bencana untuk
dirinya sendiri
8) Melaksanakan kegiatan
pelayanan kesehatan di
sekolah
Saling berkunjung untuk·
latihan bersama
Saling berkirim surat atau·
album persahabatan
Berkirim hasil kerajinan·
daerah, informasi
pariwisata
b. PMR Madya
Berbakti pada masyarakat
Mempertinggi ketrampilan dan
memeliharan kebersihan dan
kesehatan
Mempererat persahabatan
nasional dan internasional
1) Dapat menyanyikan lagu Mars PMI
dan Bakti Remaja
2) Dapat membuat bagan struktur
organisasi PMR
3) Tahu alamat PMI Cabang dan PMI
Daerahnya
4) Tahu susunan pengurus PMI
Cabang
5) Tahu kegiatan dan tanda pengenal
PMR
6) Tahu tempat puskesmas, rumah
sakit, bidan, dan dokter
dilingkungannya
7) Tahu cara menghubungi tenaga
kesehatan dilingkungannya
8) Menengok teman yang sakit
9) Membantu orang tua menyelesaikan
pekerjaan rumah
10) Tahu alamat rumah sendiri
11) Tahu cara menjaga kebersihan
lingkungan
12) Pernah ikut gotong royong ,
membersihkan tempat ibadah,
sekolah, rumah sakit, puskesmas
dan lingkungan tempat tinggalnya
13) Melaksanakan kunjungan sosial, a.l.
ke rumah sakit, panti jompo, panti
asuhan
14) Pernah menyumbang tenaga/materi
kepada korban bencana
15) Melaksanakan kegiatan bakti
masyarakat, misal sosialisasi
pencegahan penyakit/bencana
dilingkungan sekolah dan keluarga
16) Melaksanakan lomba lingkungan
sekolah sehat
1) Dapat menjaga kebersihan dan
kesehatan diri dan keluarga,
serta kerindangan lingkungan
2) Mengenal oabt-obatan ringan
dan manfaatnya
3) Dapat melakukan pertolongan
pertama kepada teman
sebayanya
4) Dapat melakukan perawatan
keluarga di rumah
5) Mengikuti kegiatan kesehatan
remaja
6) Dapat melakukan
kesiapsiagaan bencana untuk
diri sendiri dan keluarga
7) Melaksanakan kegiatan
pelayanan kesehatan di
sekolah
1) Menjalin persahabatan
dengan anggota PMR dari
PMI Cabang, atau
organisasi remaja lain:
Saling berkunjung untuk·
latihan bersama
Saling berkirim surat atau·
album persahabatan
Berkirim hasil kerajinan·
daerah, informasi
pariwisata
c. PMR Wira
Berbakti pada masyarakat
Mempertinggi ketrampilan dan
memeliharan kebersihan dan
kesehatan
Mempererat persahabatan
nasional dan internasional
1) Dapat menyanyikan lagu Mars PMI
dan Bakti Remaja
2) Dapat membuat bagan struktur
organisasi PMR
3) Tahu alamat PMI Cabang, PMI
Daerah serta Markas Pusat PMI
4) Tahu susunan pengurus PMI
Cabang dan PMI Daerah serta PMI
Pusat
5) Tahu kegiatan dan tanda pengenal
PMR
6) Tahu tempat puskesmas, rumah
sakit, bidan, dan dokter
dilingkungannya
7) Tahu cara menghubungi tenaga
kesehatan dilingkungannya
8) Menengok teman yang sakit
9) Membantu orang tua menyelesaikan
pekerjaan rumah
10) Tahu alamat rumah sendiri
11) Tahu cara menjaga kebersihan
lingkungan
12) Pernah ikut gotong royong ,
membersihkan tempat ibadah,
sekolah, rumah sakit, puskesmas
dan lingkungan tempat tinggalnya
13) Pernah menyumbang tenaga/materi
kepada korban bencana
14) Melaksanakan kegiatan bakti
masyarakat, misal sosialisasi
pencegahan penyakit/bencana
dilingkungan sekolah dan keluarga
15) Melaksanakan lomba lingkungan
sekolah sehat
16) Melaksanakan kunjungan sosial
17) Membantu tugas-tugas UTDC
dalam kegiatan sosialisasi dan
motivasi donor darah siswa
18) Menjadi donor darah siswa
19) Membantu kegiatan posyandu
diwilayahnya
20) Melaksanakan kegiatan bakti
masyarakat, misal sosialisasi
pencegahan penyakit/bencana
dilingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat
1) Menjadi Pelatih Remaja
Sebaya
2) Dapat menjaga kebersihan,
kesehatan diri dan keluarga,
serta kerindangan lingkungan
3) Mengenal oabt-obatan ringan
dan manfaatnya
4) Dapat melakukan pertolongan
pertama kepada keluarga, dan
teman sebayanya
5) Dapat melakukan perawatan
keluarga di rumah
6) Mengikuti kegiatan kesehatan
remaja
7) Dapat melakukan kegiatan
kesiapsiagaan bencana untuk
diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat
8) Melaksanakan kegiatan
pelayanan kesehatan di
sekolah
1) Menjalin persahabatan
dengan anggota PMR dari
PMI Daerah, PM/BSM,
atau organisasi remaja
lain:
Saling berkunjung untuk·
latihan bersama
Saling berkirim surat atau·
album persahabatan
Berkirim hasil kerajinan·
daerah, informasi
pariwisata
3. Pelaksana Tri Bhakti PMR:
Anggota PMR, yang difasilitasi oleh Pembina PMR, Pelatih PMI, dan PMI disemua tingkatan (Cabang, Daerah,
Pusat)
4. Pelaksanaan Tri Bhakti PMR:
a. Kegiatan Tri Bhakti PMR dilakukan sesuai program kelompok PMR, yang terintegrasi dengan bidang
Pelayanan Sosial dan Kesehatan, serta Manajemen Bencana
b. Kegiatan Tri Bhakti PMR dapat diselenggarakan oleh kelompok PMR, PMI Cabang, PMI Daerah, maupun
PMI Pusat.
c. Pelaksanaan Tri Bhakti PMR ditingkat Pusat, harus melibatkan PMI Daerah dan Cabang
d. Anggota PMR yang telah mengikuti Tri Bhakti PMR, diberikan lencana
Kelompok PMR yang telah melaksanakan program Tri Bhakti PMR, diberikan tanda penghargaan
STRUKTUR ORGANISASI PMR
Di Luar Sekolah
Di Sekolah
PENANGGUNG JAWAB
PEMBINA PMR
KETUA PMR
WKL. KETUA PMR
BENDAHARA SEKRETARIS
Unit Bakti Masyarakat Unit Persahabatan Unit Kesehatan Unit Umum
KEPALA
SEKOLAH/MADRASAH
KETUA LEMBAGA/INSTANSI
PEMBINA PMR
KETUA PMR
WKL. KETUA PMR
BENDAHARA SEKRETARIS
Unit Bakti Masyarakat Unit Persahabatan Unit Kesehatan Unit Umum
PENANGGUNG JAWAB
KORPS SUKA RELA
Pengertian
Korps Suka Rela (KSR PMI) adalah kesatuan di dalam perhimpunan PMI, yang merupakan wadah kegiatan atau
wadah pengabdian bagi Anggota perhimpunan PMI.
Unit KSR PMI dapat terbentuk di :
a. Lingkungan Markas Cabang
b. Lingkungan Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan
c. Lingkungan Satuan Kerja ( Kantor, Pabrik, dll )
d. Lingkungan Masyarakat Umum
KSR PMI bertanggung jawab dan memberikan laporan kegiatan secara periodik kepada Pengurus PMI Cabang
setempat melalui staf yang bertanggung jawab di bidang pengembangan relawan. Staf yang bertanggung jawab di bidang
pengembangan relawan PMI Cabang setempat secara fungsional membantu Pengurus PMI Cabang dalam membina Unit
KSR PMI yang ada di wilayah kerjanya untuk tugas dan kewajiban sebagai berikut :
1. Membuat peraturan tata tertib keanggotaan berdasarkan ketentuan – ketentuan yang telah digariskan oleh Pengurus
Pusat PMI maupun ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pengurus Cabang setempat.
2. Merencanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan bagi Unit, Kelompok, Regu dan anggota KSR.
3. Memimpin seluruh kegiatan pengembangan KSR
4. Merekomendasikan anggota KSR untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
5. Bertanggung jawab dan memberikan laporan kegiatan secara teratur kepada Pengurus PMI Cabang
Struktur organisasi KSR dalam organisasi PMI adalah sebagai berikut :
1. Struktur Organisasi KSR di tingkat Cabang
2. Struktur Organisasi KSR di Unit
A N G G O T A K S R
Pembina Teknis KSR
Pembina KSR Sebagai anggota KSR memiliki hak dan Kewajiban, yaitu :
Hak
1. Memperoleh/ mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan guna mengembangkan sikap dan
keterampilan
2. Mendapatkan kesempatan mengembangkan pengabdian di dalam perhimpunan PMI, baik di dalam kepengurusan
maupun di dalam kegiatan operasional.
3. Berhak menggunakan atribut sesuai dengan ketentuan
4. Memberikan usul, saran dan pendapat sesuai jenjang organisasi demi kemajuan perhimpunan PMI.
5. Dilibatkan dalam pengambilan keputusan PMI
6. Memperoleh Asuransi dan perlindungan hukum dalam pelaksanan tugas Kepalangmerahan
7. Memperoleh tanda penghargaan, tanda kehormatan dari PMI, dari pemerintah maupun dari lembaga Nasional dan
Internasional sesuai dengan ketentuan.
8. Menggunakan fasilitas KSR PMI sesuai dengan ketentuan yang berlaku
9. Mendapat KTA PMI
10. Mengikuti kegiatan kepalangmerahan di dalam maupun di luar kesatuan atau unit yang bersangkutan.
Kewajiban
1. Setiap anggota KSR PMI wajib menjaga dan meningkatkan kualitas kesatuannya.
2. Setiap anggota KSR wajib meningkatkan kesiapsiagaan dengan mengikuti :
a. Kegiatan Pembinaan
b. Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan
c. Kegiatan Gladi
d. Kegiatan Operasional
3. Tunduk, taat dan patuh pada peraturan – peraturan kesatuan KSR PMI serta peraturan – peraturan yang berlaku di
jajaran PMI.
Sebagai anggota biasa, KSR memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam AD/ART yaitu :
Hak
1. Pendapat pembinaan dan pengembangan dari pengurus PMI
2. Menyampaikan pendapat dalam forum – forum / pertemuan resmi PMI
3. Memiliki hak suara dalam setiap musyawarah di tingkat cabang dan setiap rapat di tingkat ranting
4. Memilih dan dipilih sebagai pengurus PMI
Kewajiban
1. Menjalankan dan menyebarluaskan prinsip – prinsip dasar gerakan
2. Mematuhi AD/ART PMI
3. Mempromosikan kegiatan PMI 5. Menjaga nama baik PMI
4. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan PMI 6. Membayar uang iuran keanggotaan
Post a Comment for "PMR Harus Siap Siaga Bencana"