Khutbah Jum'at Gerhana Dalam Tinjauan Syariat Islam
Khutbah Jumat
Gerhana Dalam Tinjauan Syariat Islam
(oleh: Drs. Jahri M.Si)
إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ،
ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله
فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَه . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ
لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ .يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا .يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
SWT,
Di awal khutbah ini khatib mengajak kita semua untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT. Tiada sedetik pun dalam hidup kita, kecuali nikmat Allah menyertai kita. Kita bisa beraktifitas, masih bisa bernafas, ini semua adalah nikmat Allah. Mungkin banyak orang yang mengeluh dan tidak menyadari nikmat-nikmat ini karena mereka sudah terlalu dipengaruhi budaya materialisme. Bahwa bicara nikmat selalu diasosiasikan dengan kekayaan, harta
benda, dan parameter-parameter
materi lainnya. Jika belum kaya, merasa belum mendapat nikmat. Jika belum
memiliki jabatan, merasa belum mendapat nikmat. Padahal, pada hakikatnya nikmat
yang paling besar adalah nikmat Islam dan iman. Tanpa keduanya, nikmat-nikmat
lain di dunia ini justru tidak berharga.
Shalawat dan salam atas Rasulullah SAW. Suri tauladan terbaik, panutan yang mulia, dan contoh yang sempurna. Kedudukan beliau begitu tinggi. Dan kita semua berharap bisa meneladaninya serta mengikuti pentunjuknya yang tidak lain berupa As-Sunnah.
Jama'ah Jum'at yang dirahmati Alah SWT,
Matahari dan bulan merupakan dua makhluk Allah Subhanahu
wa ta’ala yang sangat akrab dalam pandangan. Peredaran dan silih
bergantinya yang sangat yeratur merupakan ketetapan aturan Penguasa Jagad
Semesta ini. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya) :
ߧôJ¤±9$# ãyJs)ø9$#ur 5b$t7ó¡çt¿2
”Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (Ar-Rahman
: 5)
Maka semua yang menakjubkan dan luar biasa pada matahari dan bulan menunjukkan
akan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan Penciptanya. Oleh karena itu,
Allah Subhanahu wa ta’ala membantah fenomena penyembahan terhadap
matahari dan bulan. Yang sangat disayangkan ternyata keyakinan kufur tersebut
banyak dianut oleh ”bangsa-bangsa besar” di dunia sejak berabad-abad lalu,
seperti di sebagian bangsa Cina, Jepang, Yunani, dan masih banyak lagi. Allah Subhanahu
wa ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ
اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا
لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ
تَعْبُدُونَ
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam,
siang, matahari dan bulan. Janganlah kaliann sujud (menyembah) matahari maupun
bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian
beribadah hanya kepada-Nya.” (Fushshilat: 37)
Syariat Islam yang diturunkan oleh Penguasa Alam Semesta ini memberikan
bimbingan dan pencerahan terhadap akal-akal manusia yang sempit dan terbatas.
Membuktikan bahwa akal para filosof, rohaniawan, para wikan, paranormal dan
lain-lain adalah akal yang keliru dan sesat. Kebenaran dan hidayah hanya ada
pada syariat yang dibawa oleh para nabi dan rasul ’alaihimussalam.
Diantaranya ajaran yang digagas oleh para filosof, rohaniawan dan lain-lain
tentang antariksa, semuanya berbau mistis dan kesyirikan. Termasuk dalam
memahami hakekat sebenarnya tentang gerhana matahari dan gerhana bulan. Dua
fenomena tersebut oleh banyak kalangan dihubung-hubungkan dengan akan
terjadinya peristiwa luar biasa di bumi tempat manusia tinggal. Misalnya saja
selang beberapa hari atau beberapa minggu dari gerhana, di daerah tertentu akan
terjadi bencana alam, wabah penyakit, keributan atau bentrok antar massa dan
sebagainya. Biasanya, untuk mengantisipasinya berbagai ritual (baca:
kesyirikan) digelar. Di samping adanya mitos bahwa gerhana terjadi karena
raksasa menelan matahari atau bulan, dengan berbagai macam versi ceritanya.
Sementara di kubu lain, masyrakat modern yang mengalami kemajuan tekhnologi dan
ilmu antariksa ini, menganggap hal itu sebagai fenomena alam biasa. Karena
melalui berbagai riset ilmiah, mereka bisa mengetahui sebab terjadinya gerhana
tersebut secara pasti.
Dinul Islam yang asas utamanya adalah kemurnian tauhid dan kelurusan aqidah,
menjelaskan hakekat sebenarnya gerhana. Tentu saja penjelasan yang bersumber
dari Pencipta dan Pengatur matahari-bulan dan pergerakannya, bahkan seluruh
alam semesta. Jauh dari kebatilan mitos, takhayul, dan kesyirikan para
penyembah alam, jauh pula dari kelalaian kaum rasionalis. Apabila kita membuka
kitab-kitab para ulama dan fuqaha Islam dari kalangan Ahlus Sunnah akan kita
dapati penjelasan tentang gerhana dalam tinjauan Syariat Islam dengan
pembahasan lengkap dan mencukupi.
Gerhana matahari ( Khusufusy Syams ) adalah hilangnya cahaya matahari
sebagian atau total pada waktu siang.
Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam
tentang Gerhana
Dari sahabat al-Mughirah bin Syu’bah, bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ
أَحَدٍ, وَلاَ لَحِيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُو هُمَا فَادْ عُوا اللهَ وَصَلُّوا
حَتَّى تَنْكَشِفَ
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat
(tanda) di antara ayat-ayat Allah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan
karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila
kalian melihat (gerhana) matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan
sholatlah hingga tersingkap kembali.” (HR. Al-Bukhari no. 1043, dan Muslim
no. 915)
Sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu ’anhu mengatakan, Nabi Shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda, ”Tanda-tanda ini, yang Allah tampakkan,
bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun dengannya
Allah memberikan rasa takut kepada
hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian melihat salah
satu darinya, bersegeralah untuk berdzikir, berdoa kepada-Nya dan memohon
ampunan-Nya.” (HR. Al-Bukhori no. 1059)
Hadits baginda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam di atas menunjukkan
kepada kita bahwa gerhana bukanlah sekedar fenomena alam biasa. Gerhana
merupakan fenomena alam yang memang Allah kehendaki sebagai salah satu ayat
(tanda) kebesaran-Nya. Hadits di atas memberikan pelajaran dan tuntunan kepada
kaum mukminin terkait gerhana sebagai berikut:
- Sebab, gerhana adalah Allah menjadikannya sebagai perimgatan agar hamba-hamba-Nya takut kepada-Nya. Maka tatkala terjadi gerhana hendaklah umat manusia segera ingat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan segera menyadari bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala sedang mengingatkan kelalaian mereka dengan ancaman adzab-Nya. Dari sini, jelaslah bagi kita kekeliruan kebanyakan orang yang justru menjadikan fenomena gerhana tersebut sebagai hiburan bagi mereka. Ketika ada informasi bahwa gerhana akan terjadi pada hari tertentu pada jam tertentu, maka mereka bersiap dengan kamera dan teropong masing-masing, mencari tempat-tempat strategis untuk menyaksikan peristiwa ”indah” tersebut. Sungguh sangat jauh dari mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala, apalagi menyadari itu sebagai peringatan dari-Nya.
- Bantahan terhadap keyakinan-keyakinan/ mitos-mitos batil, atau legenda-legenda kosong. Rasulullah membantah keyakinan yang ada dikalangan musyrikin arab saat itu dengan sabdanya, ”Bukanlah terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang.” islam memberantas segala keyakinan/ aqidah batil, diantaranya yang bersumber dari astrologi (ahli nujum) yang meyakini bahwa pergerakan/ peredaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya memberikan pengaruh/ ada kaitannya dengan kejadian-kejadian di bumi. Yang dikenal sebagai zodiak, shio, atau nama yang lainnya sesuai dengan agama asal masing-masing yang digagas oleh para filosof, rohaniawan atau paranormal. Termasuk kejadian gerhana yang diyakini sebagai tanda atau sebab (bakal) terjadi peristiwa atau bencana besar di muka bumi. Ini semua adalah batil. Seorang mikmin yang berpegang pada kemurnian tauhid harus meninggalkan keyakinan-keyakinan tersebut. Sangat disayangkan, ada sebagian di antara kaum muslimin yang masih percaya dengan ramalan-ramalan bintang, termasuk pula mitos/ legenda seputar gerhana, atau meyakini peristiwa gerhana ada hubungan dengan bencana alam atau lainnya.
- Tuntutan Islam ketika terjadi gerhana. Baginda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, yaitu ada tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-hadits tentang gerhana):
- Shalat gerhana
- Berdoa
- Beristighfar
- Bertakbir
- Berdzikir
- Bershadaqah
- Memerdekakan budak
Ini
dilakukan sejak awal terjadinya gerhana, hingga berakhirnya yang ditandai
dengan kembalinya cahaya matahari atau bulan seperti sedia kala. Di antara doa
yang beliau perintahkan adalah berlindung dari adzab kubur. Karena gerhana
mengakibatkan suasana gelap meskipun pada siang hari, dan dalam suasana
tersebut hati manusia pasti dihinggapi rasa takut. Suasana yang demikian
mengingatkan kita akan suasana di alam kubur kelak. (Lihat Fathul
Bari hadits no.2519).
Karena gerhana merupakan peringatan akan adzab, maka sangat tepat dianjurkan
pada kesempatan tersebut untuk bezikir kepada Allah
Gerhana
merupakan peristiwa penting dalam Islam. Islam bernar-benar mengajak hamba
untuk menyikapi gerhana yang sedang terjadi sebagai peringatan dari Rabbul
’Alamin Subhanahu wa ta’ala.
itu –sebagaimana pada hadits-hadits di atas-
sampai-sampai Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam berdiri ketakutan,
khawatir itu sebagai tanda datangnya Kiamat, dan beliau memerintahkan dengan 7
hal.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى. وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ
وَعَلَى
آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى
بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ
عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ َرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا
اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَاللهِ !
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ
وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Post a Comment for "Khutbah Jum'at Gerhana Dalam Tinjauan Syariat Islam"