Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Agropolitan

Menyadari akan berbagai permasalahan pembangunan khususnya pada sektor peranian, strategi pengembangan agropolitan mulai dicanangkan oleh pemerintah daerah. Pembangunan daerah membutuhkan pertumbuhan dengan pendekatan pengembangan wilayah yang menekankan pada kemandirian dan keswadayaan daerah tersebut. Hal ini memunculkan ide yaitu model pengembangan agropolitan.
Agropolitan merupakan kawasan pertanian yang tumbuh berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agrobisnis, industri berbasis komoditi unggulan yang menghasilkan produk berdaya saing. Menurut surat kabar Pembaharuan, konsep agropolitan secara sederhana bisa diartikan sebagai pengembangan pertanian perkotaan sebagaimana asal kata agro (pertanian) dan politan (kota) sehingga agropolitan merupakan kawasan khususnya perkotaan yang berkembang karena roda pertanian dan sarana pendukung agrobisnis lainnya berjalan baik.
Konsep pengembangan agropolitan pertama kali disampaikan oleh Mc Douglass dan Friedmann (1947, dalam Pasaribu, 1999) sebagai solusi untuk mengembangkan pedesaan. Pada dasarnya, konsep yang disampaikan dapat memberikan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan atau menurut Friedmann yaitu “kota di ladang”.

            2.1.2 Batas Kawasan Agropolitan
Wilayah pedesaan menjadi relevan dengan agropolitan. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24/1992 tentang penataan ruang yang menyebutkan kawasan pedesaan adalah kawasan fungsional dengan ciri kegiatan utama adalah sektor pertanian. Hal ini disebabkan oleh mata pencaharian utama dari sebagian masyarakat pedesaan pada umumnya yaitu berasal dari sektor pertanian dan pengelolaan sumber daya alam dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditas pertanian yang dipasarkan, atau berpotensi bagi pengembangan diversifikasi usaha dari komoditas unggulannya.
Kawasan agropolitan merupakan program bertahap dan berorientasi jangka panjang dimana organisasi dan tata kerja yang dikembangkan harus mampu mengakomodasi dengan pertimbangan dari berbagai aspek. Konsep wilayah agropolitan menurut Friedmann (1975) dalam Harun (2001), yaitu terdiri dari distrik-distrik agropolitan sebagai kawasan pertanian pedesaan yang memiliki kepadatan penduduk 200 jiwa per kilometer persegi dan di dalamnya terdapat kota-kota tani dengan jumlah penduduk 10.000-25.000 jiwa. Sementara luas wilayah distrik adalah commuting berada pada radius 5-10 km sehingga dapat menghasilkan jumlah penduduk total antara 50.000-100.000 yang mayoritas bekerja di sektor pertanian.
Pengembangan kawasan agropolitan memperhatikan hubungan antara kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Selain itu, penyusunan produk penataan ruang kawasan agropolitan yang disertai dengan legalitas seperti penetapan peraturan daerah (perda) menjadi persyaratan utama dalam pengembangan kawasan agropolitan.
Batas pengembangan kawasan agropolitan yang optimal tidak berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia. Ketetapan batas pengembangan kawasan agropolitan harus memperhatikan hal-hal berikut.
(1)         Tingkat kemajuan wilayah;
(2)         Luas wilayah;
(3)         Batas wilayah secara fungsional dalarn arti melihat ciri agroklimat dan lahan, sumberdava manusia/petani.
(4)         Kemajuan demikian sebagai contoh untuk wilavah wilayah kabupaten di pulau Jawa batas pengembangan agropolitan mencakup satu wilayah keeamatan, tetapi di luar Jawa seperti di Sulawesi Utara batas wilayah pengembangan agroplitan bisa berbeda.
Penentuan kawasan agropolitan sekarang ini juga cendrung kepada data eksisting produksi dan infrastruktur yang tersedia. Denga demikian perlu disepakati dari semua yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan untuk menentukan tipologi kawasan agropolitan. Penetapan tipologi kawasan agropolitan harus memperhatikan :
1.      Pengertian sektor Dertanian ini adalah dalarn arti luas meliputi beragarn komoditas yaitu : pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, maupun kehutanan;
2.      Kawasan agropolitan bisa pula dilihat dari persvaratan agro klimat dan jenis lahan, sehingga bisa pula dibedakan dengan : pertanian dataran tinggi, pertanian dataran menengah, pertanian dataran rendah, serta pesisir dan lautan;
3.      Kondisi sumberdaya, manusia, kelembagaan, dan kependudukan yang ada juga menjadi pertimbangan;
4.      Aspek posisi geografis kawasan agropolitan; dan

5.      Ketersediaan infrastruktur.

Post a Comment for "Pengertian Agropolitan"